Ragam Tradisi Nagari di Pesisir Selatan: Dari Alek Nagari hingga Randai

06 Nov 2025 64 x Dibaca
Ragam Tradisi Nagari di Pesisir Selatan: Dari Alek Nagari hingga Randai

Pesisir Selatan — Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tidak hanya dikenal dengan keindahan alam dan panorama lautnya yang memukau, tetapi juga kaya akan warisan budaya yang masih lestari hingga kini. Di balik setiap nagari — sebutan untuk desa adat di Minangkabau — tersimpan kekayaan tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun. Dari Alek Nagari yang megah hingga seni Randai yang sarat nilai filosofis, tradisi-tradisi ini menjadi cermin jati diri masyarakat Pesisir Selatan yang menjunjung tinggi kebersamaan, adat, dan nilai-nilai kemanusiaan.

 

Alek Nagari: Puncak Perayaan dan Kebersamaan

Salah satu tradisi paling menonjol di Pesisir Selatan adalah Alek Nagari. Istilah alek sendiri berarti pesta atau perayaan besar yang digelar oleh masyarakat nagari dalam rangka memperingati momen penting. Biasanya, Alek Nagari diadakan untuk memperingati hari jadi nagari, syukuran panen, hingga perayaan adat seperti pengangkatan penghulu atau penobatan pemimpin adat.

Dalam pelaksanaannya, Alek Nagari bukan sekadar pesta rakyat, tetapi juga simbol kebersamaan antarwarga. Semua unsur masyarakat ikut terlibat — mulai dari ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang, hingga para pemuda. Mereka bahu-membahu mempersiapkan acara dengan penuh semangat gotong royong.

Kegiatan ini biasanya diawali dengan doa bersama, dilanjutkan dengan pawai budaya yang menampilkan berbagai kesenian tradisional seperti talempong, saluang, dan randai. Tak jarang pula, perlombaan khas seperti pacu upiah atau gasing ikut meramaikan suasana. Bagi masyarakat Pesisir Selatan, Alek Nagari bukan hanya hiburan, tetapi juga ruang mempererat tali persaudaraan sekaligus memperkokoh identitas budaya.

 

Randai: Seni Pertunjukan yang Sarat Nilai

Salah satu bentuk kesenian yang hampir selalu hadir dalam Alek Nagari adalah Randai. Seni pertunjukan ini merupakan perpaduan antara drama, tari, musik, dan silat yang dibawakan secara melingkar. Randai menjadi media bagi masyarakat Minangkabau, termasuk Pesisir Selatan, untuk menyampaikan pesan moral, nilai-nilai adat, dan kisah kehidupan masyarakat tempo dulu.

Biasanya, Randai dibawakan oleh kelompok seniman nagari yang disebut parandai. Cerita yang diangkat dalam pertunjukan ini sering kali diambil dari legenda lokal, seperti kisah Cindua Mato, Siti Sabariah, atau tokoh-tokoh pahlawan adat lainnya. Setiap gerakan dan dialog dalam Randai memiliki makna mendalam — mengajarkan nilai kejujuran, keberanian, dan penghormatan terhadap orang tua.

Di era modern saat ini, kesenian Randai tetap bertahan, meski harus beradaptasi dengan perkembangan zaman. Beberapa sanggar di Painan, Tarusan, dan Lengayang bahkan mulai menggabungkan unsur teater modern agar lebih menarik bagi generasi muda. Upaya ini menjadi bukti bahwa Randai tidak sekadar warisan, tetapi juga bentuk ekspresi budaya yang dinamis dan terus hidup.

 

Batagak Pangulu: Simbol Kepemimpinan dan Adat

Tradisi lain yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat nagari di Pesisir Selatan adalah Batagak Pangulu atau pengangkatan penghulu baru. Dalam adat Minangkabau, penghulu merupakan pemimpin kaum yang bertanggung jawab menjaga tatanan adat, menyelesaikan persoalan internal, serta menjadi teladan bagi anggota suku.

Upacara Batagak Pangulu biasanya dilaksanakan dengan sangat meriah dan penuh simbolik. Prosesi ini melibatkan berbagai tahapan, mulai dari musyawarah kaum, penetapan gelar, hingga perhelatan adat yang dihadiri oleh seluruh warga nagari. Saat hari pelantikan, penghulu baru akan dipakaikan pakaian adat lengkap dan diberikan tongkat sebagai lambang tanggung jawab moral dan kepemimpinan.

Acara ini juga menjadi momentum penting untuk menegaskan bahwa nilai adat masih memiliki tempat yang kuat dalam struktur sosial masyarakat Pesisir Selatan. Di tengah modernisasi, semangat kolektivitas dan penghormatan terhadap pemimpin adat tetap dijunjung tinggi.

 

Balimau: Tradisi Pembersihan Diri Menyambut Ramadan

Selain tradisi adat dan kesenian, masyarakat Pesisir Selatan juga memiliki tradisi keagamaan yang khas, salah satunya adalah Balimau. Tradisi ini dilakukan menjelang bulan Ramadan sebagai bentuk penyucian diri, baik secara jasmani maupun rohani. Masyarakat biasanya mandi bersama di sungai atau sumber air alami sambil membawa jeruk limau dan bunga-bungaan.

Selain memiliki makna religius, Balimau juga menjadi ajang silaturahmi. Banyak perantau yang sengaja pulang kampung untuk mengikuti kegiatan ini. Pemerintah daerah pun kerap menjadikan tradisi Balimau sebagai agenda wisata budaya tahunan, mengingat daya tariknya yang unik dan bernilai spiritual tinggi.

Peran Pemerintah dan Generasi Muda dalam Pelestarian Tradisi

Di tengah arus globalisasi yang serba cepat, keberlanjutan tradisi nagari di Pesisir Selatan tentu menghadapi berbagai tantangan. Pergeseran nilai, pengaruh budaya luar, hingga minimnya regenerasi pelaku seni menjadi persoalan yang perlu diantisipasi.

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan sendiri telah menunjukkan komitmen untuk menjaga warisan budaya ini. Melalui Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga, berbagai festival dan kegiatan budaya rutin digelar, seperti Festival Silek Padusi, Festival Alek Nagari, dan Lomba Randai antar Nagari. Selain itu, sekolah-sekolah juga mulai memasukkan materi kebudayaan lokal dalam kegiatan ekstrakurikuler.

Di sisi lain, peran generasi muda menjadi sangat penting. Mereka tidak hanya dituntut untuk mengenal dan mencintai budaya daerahnya, tetapi juga diharapkan mampu mengemasnya secara kreatif agar tetap relevan di era digital. Beberapa komunitas seni di Painan bahkan mulai mengadaptasi pertunjukan Randai ke dalam format video pendek untuk disebarluaskan melalui media sosial — langkah kecil namun berarti untuk memperkenalkan budaya Minang ke audiens yang lebih luas.

Tradisi nagari di Pesisir Selatan bukan sekadar peninggalan masa lalu, melainkan identitas yang membentuk karakter masyarakatnya. Dari Alek Nagari yang menggambarkan kebersamaan, Randai yang sarat pesan moral, hingga Balimau yang menanamkan nilai spiritual — semuanya menjadi refleksi dari filosofi hidup orang Minang: adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.

Melestarikan tradisi berarti menjaga akar budaya dan jati diri bangsa. Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat adat, dan generasi muda, Pesisir Selatan berpeluang besar menjadi pusat kebudayaan Minangkabau yang hidup dan berkembang di tengah zaman modern.

Karena sejatinya, kemajuan sebuah daerah bukan hanya diukur dari pembangunan fisik, tetapi juga dari seberapa kuat masyarakatnya menjaga nilai dan tradisi yang diwariskan leluhur.

 

 

Penulis: Riko Candra
Berikan Reaksi Anda:

Komentar

Belum ada komentar.

Share :

Kategori

Please enter your name.
Please enter a valid email.
Please write a comment.