Perjuangan Pelajar Dari Kapo Kapo Sei Nyalo Tarusan Ketika Pasang Surut Harus Berenang Ketepian

19 Oct 2013 1065 x Dibaca

Kendati tiap hari harus bertarung nyawa dan harus melewati lautan luas dan ganasnya ombak untuk pergi kesekolah, namun tidak menghambat niat anak anak Kapo Kapo Sei Nyalo Kenagarian Sei Nyalo Mudik air Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) untuk mengejar cita citanya.

Biduk (Boat) merupakan satu-satunya andalan transportasi bagi mereka untuk bisa keluar kampung menuju sekolahnya. Namun jangan pula dianggap enteng, sebab sering kali perahu yang mereka tumpangi nyaris tenggelam akibat tingginya gelombang. Tak jarang niat untuk pergi sekolah kandas ketika gelombang laut cukup tinggi. Semua itu bertujuan agar keselamatan jiwa tidak terancam. Selain perahunya kecil, kondisinya juga ada yang bocor, agar tidak dipenuhi air, terpaksa mereka saling bergantian untuk menimbanya. 

Kondisi itu masih terlihat dan dirasakan hingga saat ini oleh bocah-bocah tangguh dari kampung Kapo Kapo ini. Sebab kampung yang merupakan pulau kecil yang dihuni 18 kepala keluarga (KK) itu, seratus persen warganya miskin. 

Setiap pagi para pelajar asal kampung ini harus berangkat sekolah disaat matahari masih bersembunyi di ufuk timur. Tujuanya agar perjalanan ke sekolah selama satu (1) jam menembus hutan pantai dan lautan itu, tidak membuat mereka terlambat. 

Kalaupun ada yang menaiki perahu motor, para siswa dikenakan bayaran ala kadarnya sebesar Rp 1.000. Namun tak jarang mereka hanya menggunakan jasa perahu dayung untuk sampai ke sekolah yang terletak dikenagarian induk Sei Nyalo.

Susi Susanti 8 siswa kelas 3 SDN 15 Sei Nyalo ketika mengatakan setiap hari dia harus berangkat pagi pagi bersama dengan teman temanya agar bisa kesekolah tepat waktu, kalau tidak maka dia akan terlambat masuk sekolah. Dan akhirnya ketinggalan pelajaran.Tapi risiko sering ketinggalan pelajar menurut Susi memang sering terjadi,dalam waktu seminggu dia bersama teman temannya tidak penuh masuk sekolah karena keterbatasan sarana dan prasarana transportasi yang mereka miliki.

"Kadang badai,kadang perahu yang akan mengantar kami tidak ada karena digunakan oleh orang tua untuk pergi kepasar,' ujarnya

Perjuangan para pelajar itu juga akan semakin diperparah ketika sampan yang mereka tumpangi itu merapat di Kenagarian induk,ketika pasang Surut sampai mereka tumpangi tidak bisa merapat ke pinggir,mau tidak mau mereka harus turun dari perahu mereka dan berenang kepinggir pantai.Akibatnya pakaian sekolah mereka sering basah begitu juga buku pelajaran mereka.

Tasya 10 siswa kelas IV mengungkapkan ,dia selalu membawa pakaian ganti kesekolah,dan pakaian sekolah baru dipakainya ketika sudah sampai kesekolah." Kadang baju sekolah basah namun tetap saja dipakai kesekolah," ujarnya

Ketika mereka mau pulang sekolah kendala tetap akan menghampiri mereka,dimana sewaktu mau pulang terjadi perihal hari hujan dan badai para siswa ini tidak bisa pulang, mereka terpaksa harus menginap di rumah warga dengan risiko menahan lapar.Dan nantinya ketika badai atau hujan reda orang tua mereka akan menjemput mereka.

Perjuangan untuk bisa sampai kesekolah juga dirasakan oleh siswa siswa SMP Sei Nyalo,mereka yang kebanyakan berasal dari kenagarian sebelah yaitu Kenagarian Mandeh setiap harinya juga harus mengunakan boat untuk bisa sampai kesekolah . Tapi tidak terlihat ketakutan dan ngeri dimata mereka kendati setiap hari harus diombang ambing oleh ombat lautan.

Dengan gelak tawa tetap bercanda ditengah lautan,sebab setiap harinya mereka sudah merasakan ombang ambingnya laut. Kalaupun mereka terjatuh keluat mereka akan kembali keatas boat karena mereka pintar berenang. Paling baju dan buku pelajaran mereka basah.Bersyukur belum ada kejadian pelajar yang terjatuh kelaut dan tenggelam.

Salah seorang guru SDN 15 Sei Nyalo Masdareni 49 mengungkapkan,pihak sekolah memaklumi jika para siswa yang berasal dari Kapo kapo ini tidak masuk sekolah kalau penyebab karena badai ,hujan dan gelombang tinggi.

"Pihak sekolah memaklumi keadaan mereka itu,karena memang keterbatasan yang mereka miliki itu.tapi semangat belajar yang mereka miliki sangat tinggi," ujarnya

Jauh dan terpisah ditengah laut memang telah membuat masyarakat Kapo Kapo Sei Nyalo ini mengantungkan kehidupan mereka dari hasil melaut.keterbatasan sarana dan prasarana menjadi kendala utama mereka. Tidak adanya penerangan listrik,kesehatan,air bersih berasal dari sumber mata air pergunungan dan lainnya.

Setiap harinya warga mengunakan penerangan lampu minyak tanah ,Tak ada sinyal Hp siaran televisi untuk sekedar menonton sinetron ataupun kejadian dunia luar.Dan jika ada warga ada yang sakit maka mereka harus menuju ke kenagarian induk dan tentunya sarana tranportasi laut yang akan digunakan untuk mendapatkan perawatan.Terbayang jika badai melanda tentu ancaman kematian mengintai.

Sementara itu Walinagari Sei Nyalo Mudik Air Syamsuricon mengutarakan,jumlah warga menghuni pulau Kapo Kapo itu sekitar 18 KK atau sekitar 100 jiwa yang keseluruhan mata pencarian mereka adalah nelayan dan termasuk keluarga miskin.Keseharian warga daerah ini memprihatinkan dalam memenuhi kebutuhannya mereka harus mengunakan sarana angkutan laut Untuk bisa keluar dari daerah ini .

Biasanya mereka belanja kebutuhan pokok mereka sekali seminggu ke Pasar induk kecamatan pada hari Selasa. Para siswa juga terkendala jika perahu mereka merapat kepinggir apabila pasang surut,mereka harus berenang dan baju mereka basah begitu juga dengan buku pelajaran mereka.

Menurutnya,Pemerintah pusat melalui kementrian perikanan kelautan menjanjikan akan membangun anggar apung di daerah Sei Nyalo yang nantinya ini akan membantu kesulitan warga ketika mau merapatkan sampan mereka ketika ingin merapat kepinggir.

"Rencananya anggar apung ini dibangun pada tahun 2013 ini ,namun kita belum tahu pasti kapan itu akan terlaksana," ujarnya

Penulis: Yusril Budidarma, A.Md
Berikan Reaksi Anda:

Komentar

Belum ada komentar.

Share :

Kategori

Please enter your name.
Please enter a valid email.
Please write a comment.