Merantau telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari identitas masyarakat Minangkabau. Filosofi “Karatau madang di hulu, babuah babungo balun; marantau bujang dahulu, di rumah paguno balun” mencerminkan semangat untuk menimba pengalaman, menuntut ilmu, dan mencari penghidupan di rantau.
Bagi masyarakat Pesisir Selatan, tradisi merantau bukan hanya upaya mencari nafkah, tetapi juga bentuk tanggung jawab moral untuk membawa perubahan positif bagi kampung halaman. Perantau Minang, termasuk dari Pesisir Selatan, telah terbukti menjadi salah satu motor penggerak pembangunan daerah, baik melalui dukungan ekonomi, sosial, maupun budaya.
Perantau Pesisir Selatan, yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia bahkan hingga luar negeri, memainkan peran besar dalam penguatan ekonomi lokal. Melalui pengiriman dana (remitansi) kepada keluarga di kampung halaman, perputaran ekonomi masyarakat meningkat. Dana tersebut digunakan untuk pendidikan anak, pembangunan rumah, serta mendukung kegiatan usaha kecil dan menengah.
Selain itu, tidak sedikit perantau yang berinvestasi kembali di daerah asalnya. Mereka membangun usaha, membuka lapangan kerja, dan turut berkontribusi dalam pengembangan sektor pariwisata, pertanian, serta perdagangan. Misalnya, beberapa nagari di Pesisir Selatan telah mendapat manfaat dari bantuan kelompok perantau yang membangun infrastruktur desa, seperti jalan, jembatan, dan sarana ibadah.
Perantau Minang dikenal memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Di berbagai kota, mereka membentuk ikatan keluarga daerah (IKD) atau paguyuban perantau, seperti Perkumpulan Keluarga Pesisir Selatan (PKPS), yang tidak hanya mempererat silaturahmi di rantau, tetapi juga menjadi wadah gotong royong membantu pembangunan nagari.
Banyak kegiatan sosial yang digagas oleh perantau, seperti program beasiswa untuk siswa berprestasi, bantuan bagi masyarakat terdampak bencana, hingga dukungan terhadap pembangunan sekolah dan fasilitas kesehatan di Pesisir Selatan. Kepedulian ini mencerminkan filosofi “dima bumi dipijak, disinan langik dijunjuang” — di mana pun berada, perantau Minang tetap mengingat kampung halamannya.
Selain aspek ekonomi dan sosial, para perantau juga menjadi duta budaya Minangkabau. Mereka memperkenalkan adat dan tradisi Minang di perantauan melalui kegiatan kesenian, kuliner, dan acara kebudayaan.
Di sisi lain, mereka turut melestarikan nilai-nilai luhur Minangkabau seperti musyawarah, gotong royong, dan pendidikan agar tetap hidup di tengah modernisasi. Melalui jaringan perantau, budaya Minang, termasuk dari Pesisir Selatan, semakin dikenal luas dan dihargai di berbagai daerah.
Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan menyadari bahwa perantau merupakan mitra strategis dalam pembangunan daerah. Oleh karena itu, berbagai program dan forum komunikasi antara pemerintah daerah dan organisasi perantau perlu terus diperkuat.
Sinergi ini dapat diwujudkan melalui pengembangan potensi ekonomi lokal, promosi pariwisata, hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan kolaborasi yang baik, semangat “sakato” antara perantau dan masyarakat di kampung halaman dapat mempercepat terwujudnya Pesisir Selatan yang maju dan sejahtera.
Perantau Minang, khususnya yang berasal dari Pesisir Selatan, telah memberikan kontribusi nyata dalam mendorong pembangunan daerah. Mereka bukan hanya sumber inspirasi, tetapi juga penggerak kemajuan melalui kerja keras, solidaritas, dan kepedulian terhadap tanah kelahiran.
Ke depan, peran perantau diharapkan semakin diperkuat dengan dukungan kebijakan pemerintah dan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat. Dengan semangat “basamo mangko manjadi”, Pesisir Selatan akan terus tumbuh menjadi daerah yang maju, berdaya saing, dan tetap berakar kuat pada nilai-nilai Minangkabau.