Membangun Budaya Siaga Bencana di Kabupaten Pesisir Selatan

08 Nov 2025 4 x Dibaca
Membangun Budaya Siaga Bencana di Kabupaten Pesisir Selatan

Pesisir Selatan - Kabupaten Pesisir Selatan merupakan salah satu daerah di Provinsi Sumatera Barat yang memiliki potensi bencana cukup tinggi. Letak geografisnya yang membentang sepanjang garis pantai barat Sumatera dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia membuat daerah ini rentan terhadap berbagai ancaman alam, terutama gempa bumi dan tsunami. Selain itu, wilayah pegunungan dan perbukitan di bagian timur juga berisiko mengalami bencana tanah longsor, banjir bandang, hingga kebakaran hutan. Dalam kondisi demikian, membangun budaya siaga bencana di tengah masyarakat menjadi keharusan yang tidak bisa ditunda.

 

Siaga bencana bukan sekadar kegiatan seremonial atau simulasi yang dilakukan setahun sekali. Lebih dari itu, ia merupakan upaya sadar dan sistematis untuk membentuk masyarakat yang tangguh, siap menghadapi bencana kapan pun dan di mana pun. Di Pesisir Selatan, masyarakat harus memiliki kesadaran kolektif bahwa ancaman bencana merupakan bagian dari kehidupan yang harus dihadapi dengan kesiapan, bukan dengan ketakutan.

 

Pesisir Selatan memiliki 15 kecamatan dengan karakter geografis yang beragam. Sebagian besar penduduknya tinggal di kawasan pesisir dan dataran rendah yang berdekatan dengan laut, seperti di Kecamatan IV Jurai, Batang Kapas, Sutera, Lengayang, dan Air Pura. Sementara daerah seperti Bayang, Koto XI Tarusan, dan Ranah Pesisir memiliki daerah perbukitan yang rawan longsor. Kondisi ini menuntut masyarakat di setiap wilayah untuk memahami risiko bencana yang berbeda dan menyesuaikan strategi mitigasi sesuai potensi ancaman di daerah masing-masing.

 

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah berupaya membangun sistem kesiapsiagaan masyarakat melalui pembentukan Kelompok Siaga Bencana (KSB) di berbagai nagari. KSB berperan sebagai ujung tombak penanggulangan bencana di tingkat komunitas. Mereka dilatih untuk mengenali tanda-tanda bencana, mengatur evakuasi, hingga memberikan pertolongan pertama kepada warga terdampak.

 

Pelatihan dan simulasi rutin yang dilakukan BPBD bersama TNI, Polri, dan instansi terkait menjadi langkah penting dalam memperkuat ketangguhan masyarakat. Melalui kegiatan tersebut, relawan dan warga diperkenalkan pada prosedur penyelamatan diri, sistem komunikasi darurat, serta cara bekerja sama dengan berbagai pihak ketika bencana terjadi. Pendekatan berbasis komunitas ini terbukti efektif karena melibatkan langsung masyarakat yang menjadi pihak paling terdampak ketika bencana melanda.

 

Selain kesiapsiagaan di tingkat masyarakat, edukasi di lingkungan sekolah juga sangat penting. Pesisir Selatan memiliki banyak sekolah yang berada di wilayah rawan bencana, terutama di sepanjang pesisir pantai. Program Sekolah Siaga Bencana yang dijalankan BPBD dan Dinas Pendidikan menjadi langkah strategis untuk menanamkan pengetahuan kebencanaan sejak dini. Melalui kegiatan simulasi evakuasi gempa dan tsunami, siswa dilatih untuk tetap tenang, mengenali jalur evakuasi, serta memahami tanda-tanda bahaya.

 

Kesadaran ini diharapkan menular ke lingkungan keluarga, sehingga setiap rumah tangga memiliki pemahaman dasar tentang tindakan penyelamatan diri. Di beberapa nagari, sudah mulai dikembangkan peta jalur evakuasi dan titik kumpul aman yang mudah diakses masyarakat. Papan informasi peringatan tsunami juga telah dipasang di berbagai lokasi strategis sebagai panduan bagi warga maupun wisatawan.

 

Namun demikian, kesiapsiagaan bencana tidak cukup hanya dengan simulasi atau papan peringatan. Diperlukan kesadaran berkelanjutan dari seluruh elemen masyarakat untuk menjadikan siaga bencana sebagai bagian dari budaya hidup. Artinya, setiap kegiatan pembangunan, mulai dari perencanaan tata ruang, pembangunan infrastruktur, hingga aktivitas ekonomi, harus mempertimbangkan aspek mitigasi bencana.

 

Misalnya, pembangunan rumah dan fasilitas publik di wilayah pesisir perlu memperhatikan standar keamanan terhadap gempa dan tsunami. Begitu pula pembangunan jalan dan jembatan di daerah perbukitan harus dirancang agar tahan terhadap risiko longsor. Pemerintah daerah bersama masyarakat dapat bekerja sama untuk memperkuat infrastruktur tangguh bencana yang mampu melindungi warga saat terjadi kejadian ekstrem.

 

Selain faktor fisik, kesiapsiagaan mental juga sangat penting. Banyak korban bencana bukan hanya karena kerusakan bangunan, tetapi karena kepanikan dan kurangnya pemahaman dalam mengambil keputusan cepat. Oleh karena itu, kegiatan edukasi publik, simulasi, dan pelatihan harus diikuti oleh berbagai kalangan—mulai dari aparatur nagari, guru, siswa, hingga kelompok masyarakat umum.

 

Peran media lokal juga sangat strategis dalam membangun kesadaran masyarakat. Melalui pemberitaan, artikel edukatif, dan kampanye sosial, media dapat membantu menyebarkan informasi tentang potensi bencana, langkah mitigasi, serta kisah sukses daerah yang berhasil membangun sistem tangguh bencana. Dengan demikian, masyarakat tidak hanya mendapatkan informasi saat bencana terjadi, tetapi juga termotivasi untuk lebih siap menghadapi kemungkinan yang ada.

 

Di sisi lain, kearifan lokal masyarakat Pesisir Selatan juga bisa menjadi modal penting dalam membangun ketangguhan. Sejak dahulu, masyarakat pesisir memiliki berbagai tradisi dan pengetahuan lokal terkait tanda-tanda alam, seperti perubahan perilaku hewan, pasang surut laut, atau getaran tanah yang bisa menjadi indikator awal bencana. Pengetahuan tradisional ini perlu dipadukan dengan teknologi modern agar sistem peringatan dini lebih efektif dan mudah dipahami oleh masyarakat.

 

Pemanfaatan teknologi seperti sistem peringatan dini berbasis SMS, aplikasi informasi cuaca, dan pemetaan digital sudah mulai diterapkan di beberapa daerah. Namun, keberhasilan teknologi ini sangat bergantung pada partisipasi masyarakat dalam menindaklanjuti peringatan tersebut. Tanpa kesadaran dan kesiapan untuk bergerak cepat, peringatan dini akan kehilangan fungsinya.

 

Keterlibatan generasi muda juga menjadi aspek penting dalam gerakan siaga bencana. Melalui organisasi sekolah, komunitas pemuda, hingga kegiatan sosial, anak muda dapat menjadi agen perubahan dalam menyebarkan semangat tangguh bencana. Mereka memiliki kemampuan adaptasi dan akses terhadap teknologi yang dapat digunakan untuk menyebarkan informasi kebencanaan dengan cepat dan kreatif.

 

Ke depan, Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan perlu terus memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam membangun sistem penanggulangan bencana yang terpadu. Peningkatan kapasitas relawan, penyediaan sarana evakuasi yang memadai, serta penguatan jaringan komunikasi darurat harus menjadi prioritas utama. Tak kalah penting, pelibatan masyarakat dalam setiap tahap kebijakan kebencanaan—dari perencanaan hingga evaluasi—akan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil benar-benar sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

 

Dengan komitmen bersama, Pesisir Selatan dapat menjadi contoh kabupaten tangguh bencana di Sumatera Barat. Masyarakat yang siaga, pemerintah yang responsif, serta sistem yang terencana akan menciptakan sinergi yang kuat dalam menghadapi berbagai potensi ancaman alam. Bencana memang tidak bisa dihindari, tetapi dampaknya dapat diminimalkan jika semua pihak bersatu dalam semangat kesiapsiagaan.

 

Pada akhirnya, budaya siaga bencana bukan hanya soal kesiapan menghadapi musibah, tetapi juga tentang membangun peradaban yang peduli, berdaya, dan saling melindungi. Pesisir Selatan dengan segala potensi dan tantangannya memiliki peluang besar untuk menjadi daerah yang tidak hanya indah secara alamiah, tetapi juga kuat secara sosial dan tangguh menghadapi bencana. Dengan terus menanamkan nilai-nilai kesiapsiagaan di setiap lapisan masyarakat, daerah ini dapat tumbuh menjadi contoh nyata bagaimana kesadaran kolektif mampu menyelamatkan banyak nyawa dan masa depan bersama.

 

 

Penulis: Riko Candra
Berikan Reaksi Anda:

Komentar

Belum ada komentar.

Share :

Kategori

Please enter your name.
Please enter a valid email.
Please write a comment.