Oleh : Yoni Syafrizal
Kabupaten Pesisir Selatan di Provinsi Sumatera Barat menyimpan kekayaan warisan budaya yang tak hanya berupa situs fisik, tetapi juga koleksi naskah kuno yang bernilai tinggi. Sebagian masyarakat mulai sadar bahwa tanpa upaya sistematis, naskah?naskah itu akan tergerus oleh perkembangan zaman.
Artikel ini mengajak kita menelusuri kondisi naskah kuno di Pesisir Selatan, peluang pemanfaatannya lewat teknologi, dan bagaimana generasi milenial dapat berperan menjaga kelestariannya.
Di Kabupaten Pesisir Selatan ditemukan sejumlah naskah kuno, misalnya di kawasan Nagari Lunang, Inderapura, dan Surau Tanjung Limau Sundai. Menurut laporan, terdapat ratusan naskah yang tersebar: sekitar 23 naskah di Surau Tanjung Limau Sundai, sekitar 40 naskah di Inderapura, sekitar 25 naskah di Rumah Gadang Mandeh Rubiah, dan sekitar 30 naskah dalam koleksi masyarakat pribadi.
Naskah?naskah tersebut tidak hanya berisi tulisan klasik, tetapi juga mengandung iluminasi (ragam hias) yang menawan, sebagai bagian dari ekspresi estetika lokal. Keberadaan naskah kuno ini menunjukkan bahwa wilayah pesisir Sumatera Barat memiliki jejak literasi lokal dan budaya material yang perlu dirawat.
Meskipun keberadaan naskah kuno itu nyata, banyak tantangan yang dihadapi. Pertama, kondisi fisik naskah yang rentan, kertas atau bahan kuno mudah rusak oleh kelembapan, serangan jamur, kerusakan mekanik maupun faktor lingkungan pesisir yang lembap. Kedua, kurangnya pemahaman generasi muda mengenai nilai sejarah dan budaya naskah tersebut. Ketiga, dokumentasi dan inventarisasi yang belum optimal. Dalam konteks Pesisir Selatan, dengan kontur wilayah memanjang dan garis pantai panjang, akses dan mobilitas untuk menangani naskah juga menjadi tantangan.
Salah satu jawaban untuk tantangan tersebut adalah pemanfaatan teknologi. Digitalisasi naskah memindai atau memotret naskah agar dapat disimpan dalam bentuk digital menjadi langkah penting. Dengan digitalisasi, naskah kuno yang fisiknya rentan dapat tetap eksis dalam bentuk citra maupun teks yang dapat diakses. Teknologi juga memungkinkan publikasi daring, katalog daring, aplikasi smartphone, bahkan augmented reality (AR) untuk menampilkan ilustrasi naskah secara menarik.
Contoh di Pesisir Selatan, motif ragam hias (iluminasi) dari naskah kuno telah dimanfaatkan sebagai inspirasi motif batik oleh pelaku UMKM. Ini menunjukkan bahwa teknologi dan kreativitas dapat berpadu dengan warisan budaya.
Generasi milenial memiliki peran strategis. Mereka dapat ikut program digitalisasi, membuat konten media sosial tentang naskah kuno, atau membuat aplikasi edukasi yang mengangkat koleksi lokal. Selain itu, melalui inovasi kreatif, motif naskah dapat diterapkan dalam desain grafis, seni, fashion, dan produk budaya lainnya sehingga warisan kuno bisa hidup dalam konteks kontemporer. Dengan demikian, naskah kuno tidak menjadi artefak yang terisolasi, tetapi bagian dari kehidupan sehari?hari generasi sekarang dan masa depan.
Pelestarian naskah kuno juga akan lebih kuat jika dikaitkan dengan peninggalan sejarah fisik yang ada di Pesisir Selatan, seperti Pulau Cingkuak yang menjadi pelabuhan kuno dan situs benteng peninggalan kolonial, maupun Situs Mandeh Rubiah yang merupakan jejak leluhur Minangkabau pesisir. Menghubungkan naskah-naskah kuno dengan situs-situs fisik yang masih eksis membuat narasi sejarah menjadi lebih utuh, bukan hanya tempat tetapi juga naskah dan pengetahuan.
Untuk menjaga agar naskah kuno tetap lestari seiring zaman, beberapa strategi dapat dilakukan. Seperti melalui inventarisasi dan pengatalogan, digitalisasi dan publikasi daring, kondisi penyimpanan yang memadai, edukasi dan keterlibatan generasi muda, kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga kebudayaan, universitas, dan komunitas lokal, serta pemanfaatan kreatif warisan seperti motif batik.
Pelestarian naskah kuno bukan semata urusan akademik atau museum, ia punya manfaat konkret bagi masyarakat. Pertama, sebagai bahan pendidikan yang memperkuat identitas lokal dan rasa bangga akan warisan daerah. Kedua, sebagai potensi ekonomi kreatif. Ketiga, sebagai daya tarik wisata budaya yang bisa melengkapi wisata alam di Pesisir Selatan. Misalnya, kawasan Mandeh yang sudah dikenal objek wisata bahari dan peninggalan sejarah akan lebih kaya jika ditambah edukasi heritage dari naskah kuno.
Meski ada potensi besar, tetap ada tantangan kebijakan. Pemerintah daerah perlu menetapkan regulasi perlindungan naskah lokal, menyediakan anggaran perawatan, dan memberikan insentif untuk usaha kreatif berbasis warisan. Di masyarakat umum, kesadaran akan pentingnya naskah kuno masih harus ditumbuhkan. Generasi milenial, yang terbiasa dengan digital, kadang kurang peduli terhadap arsip fisik. Dibutuhkan pendekatan yang menghubungkan digital dan heritage agar relevansi warisan tetap terasa.
Di Pesisir Selatan terdapat kisah nyata yang menginspirasi. Pengembangan motif batik yang terinspirasi dari iluminasi naskah kuno di Lunang oleh UMKM Dewi Busana, serta program Lawatan Sejarah Daerah yang melibatkan siswa dan guru untuk mengunjungi situs-situs sejarah seperti Rumah Gadang Mandeh Rubiah, menunjukkan bahwa pelestarian naskah dan warisan budaya bisa dibawa ke ruang publik, ke sekolah, dan ke industri kreatif.
Sekali naskah hilang atau rusak tanpa dokumentasi, potongan penting sejarah akan terhapus. Naskah lokal sering menyimpan adat, hukum adat, sistem kepercayaan, dan pemikiran yang tidak selalu tertulis di buku resmi. Dengan menjaga naskah, kita menjaga jendela ke masa lalu yang memungkinkan kita memahami akar budaya kita. Di Pesisir Selatan, dengan keberadaan situs seperti Benteng Portugis di Pulau Cingkuak dan Rumah Gadang Mandeh Rubiah, kita punya kekayaan untuk dijaga bersama.
Pelestarian naskah kuno di Kabupaten Pesisir Selatan adalah tugas kolektif antara generasi sekarang yang melek teknologi, pengrajin kreatif, lembaga kebudayaan, dan pemerintah lokal.
Dengan teknologi, naskah-naskah kuno bisa masuk ke ranah digital, menjadi bagian dari hidup generasi milenial, menjadi produk budaya, dan edukasi publik. Dengan kepedulian generasi muda, warisan itu tidak sunyi di gudang, melainkan bergema menjadi bagian identitas kita. Mari kita menjaga agar naskah kuno di Pesisir Selatan tetap lestari, bukan hanya sebagai artefak masa lalu, tetapi sebagai inspirasi masa kini dan masa depan.