Bila anda ke Painan maka saat pertamakali memasuki kota anda akan disambut sebuah patung besar di kawasan bundaran. Patung besar itu adalah patung tokoh besar dan putra terbaik yang pernah dimiliki Pesisir Selatan yakni H Ilyas Ya'coub. Lalu patung itu juga menandai bahwa anda telah memasuki jalan yang juga dinamakan jalan Ilyas Ya,coub. Jika akanda membelokkan arah jalan anda kekiri dari patung itu dan terus menuju Gedung Olah Raga, maka disana akan ditemui tulisan besar GOR Ilyas Ya,coub.
Jika ditanya murid sekolah dasar hingga siswa SLTA, merekapun rupanya tidak mengetahui persias siapa tokoh Ilyas Ya'coub tersebu. Nama besar itu rupanya belum tersosialisasi dengan baik. Maka berkenaan dengan Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke 68 penulis turunkan jejak perjuangan Ilyas Ya'cob tersebut. Tokoh ulama dan tokoh pendidikan Islam yang banyak mendirikan lembaga pendidikan Islam tersebut dirangkum dari bannyak Sumber di Asam Kumbang, Bayang dan literasi yang ada.
Munir (85) warga Asam Kumbang menyebutkan, ketika ia masih muda pernah menyaksikan Ilyas Ya'cob berpidato di sebuah rapat umum di Asam Kumbang. "Beliau orangnya tenang, namun ketika berpidato ia berhasil membangkitkan semangat juang, tajam bersemangat dan sering membuat penjajah berang," katanya.
"Menurut informasi yang kami dapatkan, Almarhum Ilyas Ya'coub sewaktu kecil belajar di kampung halaman. Lalu setelah itu beliau berangkat ke Sawah Lunto dan bekerja sebagai sekretaris atau juru tulis di tambang batu bara. Namun tidak tahan melihat penderitaan pekerja disitu ia kembali pulang. Dikampung halaman ia minta izin kepada orang tuanya untuk pergi ke Mesir melanjutkan pendidikan," katanya.
Dan menurut Munir, salah satu pantun orang tua Ilyas Ya'coub yang paling diingatnya saa melepas anaknya berangkat ke Mesir adalah "Sikujua jo batang kapeh, kabang bungo parawitan, kok mujua mandeh malapeh bak cando ayam pulang kapawitan".
Ilyas Ya'coub merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Ia merupakan anak dari pasangan suami-isteri Haji Ya'coub dan Siti Hajir. Ilyas Ya'coub masa kecilnya belajar ilmu agama dengan kakeknya Syeikh Abdurrahman. Masa itu Bayang (daerah kelahirannya) masih merupakan sentra pendidikan Islam. Sebab sejak dahulu Bayang termasuk basis pengembangan Islam di Pantai Barat Sumatera berpusat di surau tua didirikan (awal 1666) oleh Syeikh Buyung Muda Puluikpuluik, salah seorang dari 6 ulama pengembang Islam di Indonesia seangkatan Syeikh Burhanuddin Ulakan Pariaman belajar dengan Syeikh Abdul Rauf Singkel di Aceh. Saat berkobarnya Perang Pauh (mulai 28 April 1666) surau ini juga menjadi basis perjuangan melawan Belanda.
"Ayah Ilyas Ya'cob seorang pedagang kain dan hidup di lingkungan ulama, cukup memberi peluang dana dan motivasi bagi Ilyas Ya'cub untuk mengecap pendidikan lebih baik. Pertama ia mendapat pendidikan di Gouvernements Inlandsche School. Tamat sekolah ia bekerja sebagai juru tulis selama dua tahun (1917 - 1919) di perusahaan tambang batu bara Ombilin Sawahlunto Sijunjung. Ia keluar dari perusahaan itu sebagai protes terhadap pimpinan perusahaan asing yang imperialisme dan kolonialisme yang kasar terhadap kaum buruh pribumi," katanya.
Dari sejumlah literatur diketahui, saat di Mesir ini Haji Ilyas Ya'coub aktif dalam berbagai organisasi dan partai politik di antaranya Hizb al-Wathan (partai tanah air) didirikan oleh Mustafa Kamal semakin membangkitkan semangat anti penjajah. Ia pernah pula menjabat sebagai ketua Perkumpulan Mahasiswa Indonesia dan Malaysia (PMIM) di Mesir. Selain itu ia juga fungsionaris wakil ketua organisasi sosial politik Jam'iyat al-Khairiyah dan ketua organisasi politik Difa` al-Wathan (Ketahanan Tanah Air).
Selain gerakan politik yang amat peduli dengan nasib bangsanya terjajah Belanda, Haji Ilyas Ya'coub di Mesir juga aktif menulis artikel dan dipublikasi pada berbagai Surat Kabar Harian di Kairo. Bersama temannya Muchtar Luthfi ia mendirikan dan memimpin Majalah Seruan Al-Azhar dan majalah Pilihan Timur. Majalah Seruan Al-Azhar adalah majalah bulanan mahasiswa sedangkan majalah Pilihan Timur adalah majalah politik. Kedua produk jusnalistik ini banyak dibaca mahasiswa Indonesia - Malaysia di Mesir ketika itu.
Ia juga sangat aktif dalam dunia tulis menulis dan politik anti penjajah di Mesir. Tulisannya banyak dikirim ke Indonesia dan akhirnya tercium oleh Belanda. Melalui perwakilannya di Mesir, Belanda mencoba melunakkan sikap radikal Ilyas Ya'cob, tetapi gagal. Sejak itu Belanda mencatatnya sebagai radikalis bahkan dicap sebagai ekstrimis dan musuhnya di Indonesia.
Ketika masih dalam ancaman Belanda, tahun 1929 dia kembali dari Mesir, memaksanya transit di Singapura kemudian nyasar berlabuh di Jambi. Di tanah air, ia menemui teman-temannya di Jawa yang bergerak dalam PNI dan PSI. Dari pengalaman dua partai temannya tadi (PNI dan Partai Serikat Islam) dia berfikir, bahwa jiwa yang dimiliki kedua partai tersebut, yakni Islam dan kebangsaan adalah penting dikombinasikan, dikonversi dan dikonsolidasikan kemudian diwadahi dengan satu wadah yang refresentartif.
Kemudian sekembali ia dari kunjungan ini tahun 1930 gerakannya untuk Islam dan kebangsaan dilakukannya melalui jurnalistik dan politik. Dalam bidang jurnalistik diwadahi dengan penerbitan pers yakni Tabloid Medan Rakyat. Dalam bidang politik ia bersama temannya mendirikan wadah baru bernama PERMI (Persatuan Muslimin Indonesia) dengan asas Islam dan kebangsaan. Tujuannya menegakan Islam dan memperkuat wawasan kebangsaan untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Dengan dasar Islam dan kebangsaan ini, PERMI menjalankan sikap politik non kooperasi dan tak kenal kompromi dengan bangsa apapun yang kental punya prilaku imperialisme dan kolonialisme. Karena itu pula PERMI secara prinsipil mencap bahwa kapitalisme dan imperalisme merupakan penyebab penderitaan rakyat Indonesia.
PERMI pada awal mula bernama PMI (Partai Muslimin Indonesia) didirikannya tahun 1930. PMI ini berbasis pada lembaga pendidikan Islam Sumatera Thawalib dan Diniyah School. Ide dasarnya, pemberdayaan sekolah agama dengan berbagai inovasi ke arah sistem modern, dimulai perbaikan kurikulum, sistem penjenjangan program dan lama masa pendidikan, memberi perlindungan kepada pelajar serta mengorganisasikan sekolah agama sebagai basis perjuangan kemerdekaan dan sentra pencerdasan bangsa dengan pengatahuan Islam dan kebangsaan. Beralasan kemudian PMI berambisi menambah jumlah sekolah agama dengan mendirikan sekolah baru dengan sistem modern, mulai dari tingkat pendidikan dasar (ibtidaiyah) sampai pendidikan tinggi (Al-Kulliyat).
Di antara pendidikan tinggi, di Alang Laweh, 12 Pebruari 1931 didirikan perguruan tinggi dalam bentuk college Islam untuk diploma A dan diploma B, bernama Al-Kulliyat Al-Islamiyah, diselenggarakan intelektual jebolan Timur Tengah di antaranya Janan Thaib (sebagai pimpinan), Syamsuddin Rasyid (onder director) dan Ilyas Ya'coub. Mahasiswa awal diterima lulusan Sumatra Thawalib, Diniyah School, Tarbiyah Islamiyah, AMS (Algemeene Middelbare School), Schakel School dan lulusan sekolah tingkat menengah lainnya.
Tahun 1932 PMI mengadakan konsolidasi. Partai ini menyadari perjuangan Islam dan Kebangsaan perlu dikokohkan baik internal maupun eksternal.Konsolidasi PMI merupakan bagian kesadaran bagi penguatan lembaga ke-Islam menunjang visi Islam dan kebangsaan Indonesia. Konsolidasi dilakukan dalam bentuk Kongres Besar bertempat di dekat daerah kelahiran Ilyas Ya'coub yakni Koto Marapak (Bayang Pesisir Selatan) dihadiri oleh seluruh pengurus cabang se Sumatera seperti dari Tapanuli Selatan, Bengkulu, Palembang, Lampung dll. Di antara keputusan Kongres Besar, PMI dirubah namanya menjadi PERMI yang dicap Belanda sebagai partai Islam radikal revolusioner. Kantornya di gedung perguruan Islamic College, Alang Lawas, Padang.
Karena pembangkang Belanda, Ilyas Ya'coub bersama dua temannya Mukhtar Luthfi dan Janan Thaib ditangkap dan dipenjarakan. Setelah 9 bulan di penjara Muaro Padang, ia diasingkan selama 10 tahun (1934-1944) ke Bouven Digul Irian Jaya bersama para pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia lainnya. Selama di Digul Haji Ilyas Ya'coub didampingi isteri Tinur sering sakit-sakitan. Masa awal penjajahan Jepang di Indonesia pun, para tahanan Digul semakin memprihatinkan, mereka dipindahkan lagi ke daerah pedalaman Irian Jaya di Kali Bina Wantaka kemudian diasingkan pula ke Australia. Ia senantiasa dibujuk van der Plas dan van Mook (Belanda), namun semangat nasionalis dan Islamnya tidak pernah pudar memotivasi pembangkangannya dalam menentang penjajah dan menggerakkan terwujudnya kemerdekaan Indonesia.
Oktober 1945 pemulangan para tahanan perang dari Australia ke Indonesia dengan kapal Experence Bey Oktober, Haji Ilyas Ya'coub tidak diizinkan turun di pelabuhan Tanjung Periuk, bahkan ia kembali ditahan dan diasingkan bersama isteri selama 9 bulan berpindah-pindah di Kupang, Serawak, Brunei Darussalam, kemudian ke Labuhan, Singapura (anaknya iqbal meninggal di sana). Satu tahun Indonesia merdeka (1946) barulah habis masa tahanan dan Dia kembali bergabung dengan kaum republik sekembali dari Cerebon. Ia ikut bergrillya pada clas II (1948) dan ikut membentuk PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) yang kemudian dipimpin oleh Mr. Safruddin Prawiranegara. Ia mendapat tugas menghimpun kekuatan politik (seluruh partai) di Sumatera untuk melawan agresor Belanda. Tahun itu ia menjabat ketua DPR Sumatera Tengah kemudian terpilih lagi sebagai anggota DPRD wakil Masyumi dan merangkap sebagai penasehat Gubernur Sumatera Tengah bidang politik dan agama.
Ilyas Yacoub menghembuskan nafas terakhir Sabtu, 2 Agustus 1958 jam 18.00 wib, ia meninggalkan 11 orang anak. Ia dimakamkan di depan mesjid raya Al-Munawarah Koto Barapak, Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Lalu makamnya pada Minggu 4 November 2012 dipindahkan dari depan masjid Amunawarah ke Kapelgam Bayang Pesisir Selatan. Bertindak sebagai inspektur upacara pada upacara pemindahan tersebut Gubernur Sumbar Irwan Prayitnoan.
Melalui kegiatan upacara tersebut, selain menghargai jasa pahlawan, maka akan dapat menumbuh kembangkan nilai-nilai kepahlawanan yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat, tentunya dalam mengisi kemerdekaan yang telah dicapai, ujar Gubernur Sumbar H Irwan Prayitno pada saat pemindahan makam tersebut.
Semangat dan nilai kepahlawanan yang tercermin oleh almarhum, dapat mengantisipasi berbagai masalah yang menimpa bangsa ini. Setiap warga dapat mengamalkan nilai kepahlawanan yang diwariskannya.
Pemindahan makam pahlawan nasional ini cukup beralasan, mengingat makamnya berada pada lahan yang sempit di halaman depan masjid. Untuk menjaga keamanan telah dibangun lokasi khusus untuk makam H Ilyas Yaqub.
Sementara Bupati Pessel H Nasrul Abit mengatakan, pemindahan makan ini sudah direncanakan sebelumnya. Rencana itu mendapat dukungan masyarakat, termasuk dari pihak keluarga yang ditinggalkannnya.
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan perintis kemerdekaan RI dengan SK Mensos No. Pol-61/PK/1968, 16 Desember 1968, mendapat piagam penghargaan sebagai pejuang kemerdekaan Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1975. Kepahlawanannya dikukuhkan kembali dengan Keputusan Presiden RI (Kepres-RI) Nomor 074/TK/Tahun 1999 tanggal 13 Agustus 1999 serta dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana atas jasanya mempertahankan prinsip-perinsip kemerdekaan dari ancaman kolonialisme Belanda sekaligus menggerakkan kemerdekaan RI di samping memperjuang Partai dan Pendidikan Islam.
Kebesarannya dihargai Negara dan oleh Pemerintahan Kabupaten setiap bulan diberikan bantuan kesejahteraan sejumlah uang tunai kepada keluarga pahlawan nasional ini ditetapkan dengan SK-Bupati Nomor 400-134/BPT-PS/2005 tanggal 2 Januari 2005.