Jejak Kolaborasi Menuju Gambir Berdaya Saing Global

09 Nov 2025 8 x Dibaca

Gambir adalah potret klasik ekonomi lokal yang bertumpu pada alam dan kerja keras masyarakat. Di Pesisir Selatan, komoditas ini bukan sekadar hasil kebun ia adalah sumber penghidupan, pengetahuan, dan warisan yang mengakar dalam kehidupan petani. Namun di tengah derasnya arus globalisasi, gambir menghadapi tantangan baru: bagaimana tetap bernilai tanpa kehilangan jati diri, dan bagaimana petani kecil bisa memperoleh manfaat sebesar negara lain yang menikmati hasil olahan dari bahan mentah yang sama.

Selama ini, sebagian besar gambir Indonesia diekspor dalam bentuk mentah. Nilai tambahnya justru dipetik di luar negeri, di mana bahan baku dari Sumatera diolah menjadi produk farmasi, kosmetik, hingga suplemen herbal bernilai tinggi. Padahal, Indonesia menguasai sekitar 80 persen pasar gambir dunia, dan Pesisir Selatan menjadi salah satu penghasil utama. Ironisnya, dominasi pasar tersebut belum sepenuhnya berbanding lurus dengan kesejahteraan petani di daerah.

Di sinilah pentingnya hilirisasi proses pengolahan bahan mentah menjadi produk siap pakai yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Hilirisasi bukan hanya tentang mesin dan pabrik, tetapi tentang perubahan pola pikir: dari menjual hasil alam menjadi menciptakan produk berdaya saing. Upaya ini memerlukan kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan lembaga keuangan agar potensi gambir benar-benar menjadi kekuatan ekonomi daerah yang berkelanjutan.

Wakil Bupati Pesisir Selatan, Risnaldi Ibrahim, menegaskan arah baru ini dalam Stakeholders Meeting pengembangan industri gambir di Padang, Kamis (6/11/2025). Ia menekankan pentingnya sinergi untuk menjadikan Pesisir Selatan sebagai pusat hilirisasi dan hub global gambir.

“Kita tidak bisa lagi bekerja secara parsial. Akselerasi industri gambir hanya mungkin tercapai melalui kolaborasi lintas sektor,” ujarnya.

Pemerintah daerah kini memfokuskan langkah pada tiga hal pokok: penguatan teknologi pengolahan dan ekosistem industri, peningkatan infrastruktur pendukung, serta kemudahan akses permodalan. Di sisi lain, lembaga akademik didorong memperkuat riset aplikatif untuk inovasi produk turunan gambir mulai dari bahan farmasi, kosmetik, hingga pewarna alami yang ramah lingkungan.

Transformasi ini juga menempatkan petani dalam posisi baru, bukan sekadar penghasil bahan mentah, tetapi bagian penting dari rantai nilai global. Untuk itu, pengembangan kapasitas petani menjadi krusial agar mereka mampu memahami standar produksi internasional seperti Good Agricultural Practices (GAP) dan Rainforest Alliance. Pendekatan keberlanjutan menjadi faktor utama untuk menjaga daya saing produk Indonesia di pasar dunia.

Risnaldi juga menegaskan, keberlanjutan bukan sekadar tren, melainkan keharusan. Dunia kini menuntut produk yang tidak hanya berkualitas, tetapi juga transparan asal-usulnya serta ramah lingkungan. Pesisir Selatan diarahkan menjadi daerah yang tidak hanya menghasilkan gambir dalam jumlah besar, tetapi juga berkualitas tinggi, bersertifikat, dan berdaya saing global.

Forum yang digelar di Padang itu menghasilkan sejumlah agenda tindak lanjut, seperti penyusunan peta jalan pengembangan industri gambir, kesepahaman lintas sektor, serta pembentukan gugus tugas percepatan hilirisasi. Namun lebih dari itu, forum tersebut menjadi simbol konsolidasi titik temu antara semangat petani, pengetahuan ilmiah, dan visi pembangunan daerah.

Gambir telah menempuh perjalanan panjang: dari kebun di Bayang dan Sutera hingga pabrik-pabrik pengolahan di luar negeri. Kini, saat arah baru telah digariskan, perjalanan itu berpotensi berbalik dari kebun ke dunia, dengan nilai tambah yang tumbuh di tanah sendiri.

“Gambir bukan hanya komoditas ekspor, tapi kisah tentang kerja keras, inovasi, dan kolaborasi yang menjembatani pesisir Sumatera dengan dunia,” tutur Risnaldi menutup arahannya.

Langkah Pesisir Selatan menuju pusat industri gambir dunia masih butuh perjuangan panjang, namun arah dan komitmen mulai terbentuk. Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci untuk memastikan petani, pelaku usaha, hingga pemerintah bergerak dalam irama yang sama. Lebih dari sekadar komoditas ekspor, gambir kini diharapkan menjadi simbol transformasi ekonomi daerah yang bertumpu pada inovasi dan keberlanjutan.

Penulis: Suci Mawaddah Warahmah, S.Sos
Berikan Reaksi Anda:

Komentar

Belum ada komentar.

Share :

Kategori

Please enter your name.
Please enter a valid email.
Please write a comment.