Dalam era digital saat ini, informasi telah menjadi sumber daya strategis yang nilainya tidak kalah penting dibandingkan dengan sumber daya alam. Data kini dipandang sebagai “minyak baru” yang menggerakkan mesin pembangunan ekonomi, terutama di tingkat daerah. Setiap data yang dihasilkan oleh pemerintah daerah, baik dalam bentuk statistik kependudukan, data pelayanan publik, hingga informasi tentang potensi ekonomi lokal, memiliki nilai yang dapat diolah menjadi aset bernilai tinggi. Namun, tantangan terbesar bukan sekadar mengumpulkan data, melainkan bagaimana pemerintah daerah mampu mengelola, membuka, dan memanfaatkan informasi publik sebagai fondasi ekonomi baru yang berkelanjutan.
Pergeseran menuju ekonomi informasi publik terjadi karena meningkatnya kesadaran bahwa data bukan sekadar produk administratif, melainkan bahan mentah yang dapat menciptakan nilai tambah ekonomi. Sebagai contoh, data tentang pariwisata, transportasi, atau pertanian lokal bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk merancang strategi bisnis yang lebih efisien. Data tentang infrastruktur dan tata ruang bisa menarik minat investor untuk menanamkan modalnya. Ketika informasi publik disajikan dengan terbuka, terstandar, dan mudah diakses, maka terciptalah ekosistem ekonomi baru di mana pemerintah berperan sebagai penyedia data, masyarakat sebagai pengguna, dan sektor swasta sebagai inovator yang mengubah data menjadi nilai ekonomi nyata.
Sayangnya, di banyak daerah, potensi ekonomi dari informasi publik masih belum tergarap maksimal. Banyak data pemerintah yang masih tersimpan dalam format PDF tertutup, laporan manual, atau bahkan sekadar arsip di laci kantor. Padahal, dengan pendekatan open data, informasi publik dapat menjadi bahan bakar inovasi lokal. Pemerintah daerah yang progresif telah mulai mengembangkan portal data terbuka yang memungkinkan masyarakat, peneliti, dan pelaku bisnis untuk mengakses serta mengolah data sesuai kebutuhan mereka. Dengan demikian, terbentuklah rantai nilai baru di mana transparansi menjadi pendorong ekonomi, bukan sekadar tuntutan etika pemerintahan.
Lebih jauh, ekonomi informasi publik tidak hanya berbicara tentang transparansi, tetapi juga tentang efisiensi dan daya saing. Dalam sistem pemerintahan berbasis data, keputusan publik dapat dibuat dengan lebih cepat dan tepat sasaran. Pemerintah daerah bisa menganalisis tren kebutuhan masyarakat, memprediksi lonjakan permintaan layanan, atau bahkan mengidentifikasi potensi kebocoran anggaran melalui analisis data real time. Efisiensi seperti ini tidak hanya menekan biaya birokrasi, tetapi juga menciptakan kepercayaan publik dan memperkuat reputasi daerah di mata investor.
Untuk mewujudkan ekonomi informasi publik, diperlukan transformasi budaya birokrasi. Selama ini, banyak aparatur sipil negara masih memandang data sebagai dokumen administratif yang bersifat internal, bukan sebagai aset publik. Padahal, paradigma baru menuntut pemerintah daerah untuk menjadi “data steward” — penjaga, pengelola, dan pengembang data untuk kepentingan publik. Setiap dinas atau badan harus memiliki kesadaran bahwa informasi yang mereka hasilkan berpotensi menciptakan nilai ekonomi baru. Misalnya, Dinas Perdagangan dapat membuka data harga komoditas harian yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku UMKM; Dinas Pariwisata dapat merilis data kunjungan wisatawan yang bermanfaat bagi sektor perhotelan dan kuliner lokal.
Di sisi lain, partisipasi masyarakat menjadi elemen penting dalam ekonomi informasi publik. Masyarakat bukan hanya penerima data, tetapi juga produsen informasi. Melalui platform digital, warga dapat memberikan masukan, melaporkan kondisi lapangan, atau berbagi data komunitas yang memperkaya basis informasi daerah. Kolaborasi ini menciptakan siklus data yang sehat: pemerintah membuka data, masyarakat memanfaatkan dan memperkaya data, kemudian pemerintah memutakhirkan kebijakan berdasarkan umpan balik tersebut. Dengan demikian, terwujudlah ekosistem pemerintahan terbuka yang adaptif dan responsif terhadap kebutuhan warganya.
Namun, membangun ekonomi berbasis informasi tidak bisa dilepaskan dari isu keamanan dan etika data. Pemerintah daerah harus memastikan bahwa setiap pembukaan data tetap memperhatikan perlindungan privasi individu dan keamanan informasi strategis. Prinsip keterbukaan tidak boleh disalahartikan sebagai membuka semua hal tanpa batas. Diperlukan kebijakan data governance yang jelas—mulai dari klasifikasi data publik dan data rahasia, hingga mekanisme anonimisasi untuk data sensitif. Dengan tata kelola yang kuat, keterbukaan data tidak hanya aman, tetapi juga kredibel di mata publik dan investor.
Selain aspek kebijakan, infrastruktur digital menjadi pondasi utama dalam pengembangan ekonomi informasi publik. Daerah yang ingin menjadikan data sebagai aset harus memiliki sistem informasi terintegrasi, server yang andal, serta sumber daya manusia yang memahami analisis data dan manajemen informasi. Investasi di bidang literasi digital aparatur juga penting agar mereka mampu memahami logika data-driven governance. Tanpa kemampuan ini, data hanya akan menjadi tumpukan angka tanpa makna, bukan sumber daya strategis.
Ekonomi informasi publik juga membuka peluang bagi sektor swasta untuk berkolaborasi. Startup lokal bisa mengembangkan aplikasi berbasis data pemerintah, seperti peta potensi investasi, platform pariwisata digital, atau sistem pemantauan kualitas udara. Kemitraan ini tidak hanya mendorong inovasi, tetapi juga memperluas lapangan kerja berbasis digital di daerah. Pemerintah daerah bisa berperan sebagai fasilitator, menyediakan data dan regulasi yang mendukung, sementara sektor swasta dan masyarakat mengambil peran dalam inovasi dan distribusi nilai tambah.
Ke depan, daerah yang mampu mengelola informasinya dengan baik akan memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan daerah lain. Data yang terbuka dan berkualitas tinggi akan menjadi magnet bagi investasi, meningkatkan transparansi, memperkuat kepercayaan publik, dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi. Pemerintah daerah perlu menyadari bahwa di era digital ini, aset utama bukan lagi tanah, tambang, atau gedung, melainkan informasi yang dikelola secara cerdas dan berkelanjutan.
Dengan demikian, ekonomi informasi publik bukan sekadar konsep futuristik, tetapi kenyataan yang sedang tumbuh di berbagai wilayah dunia. Indonesia memiliki peluang besar untuk mengadopsinya, terutama jika pemerintah daerah berani berinovasi dan membangun tata kelola data yang terbuka serta inklusif. Ketika data dipandang sebagai aset baru, bukan beban administrasi, maka setiap informasi publik akan menjadi sumber nilai ekonomi, sosial, dan politik bagi kemajuan daerah. Ekonomi informasi publik bukan hanya tentang angka, tetapi tentang bagaimana sebuah daerah mengubah pengetahuan menjadi kekuatan, dan transparansi menjadi sumber kesejahteraan bagi seluruh masyarakatnya.