Merantau di usia sangat muda.....

21 Sep 2018 728 x Dibaca

Ayah Ilyas ya’kub adalah seorang pedagang kain dan hidup di lingkungan ulama. Sebagai seorang pedagang, ayahnya orang yang berpandangan luas dalam melihat masa depan negerinya. Ayahnya memberi peluang dan motivasi bagi Ilyas Ya’kub untuk mengecap pendidikan lebih baik dibandingkan teman sebayanya waktu itu. Ia mendapat pendidikan di Gouvernements Inlandsche School.

Tamat Sekolah, diusia sangat muda, yakni 14 tahun, ia telah merantau untuk bekerja sebagai juru tulis selama dua tahun (1917-1919) di Perusahaan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto. Bagi anak muda Minangkabau, merantau adalah keharusan jika ingin cepat dewasa, memiliki wawasan, dan bisa terpandang di kampung sendiri. Namun sebelum merangtau ada beberapa hal yang harus dikuasai dan dipelajari, seperti harus pandai mengaji, bisa memasak, pandai sedikit bersilat, dan mampu menyesuaikan diri. Ilyas Yakub juga menyadari hal itu. Biasanya mamak dan kedua orang tua sudah mewanti-wanti ketika si anak berusia 12 tahun.

Ketika itu belum banyak pribumi yang bekerja sebagai juru tulis di perusahan tambang batu bara ombilin. Pribumi hanya sebagai tenaga buruh angkut atau penggali batubara, baik di tambang terbuka maupun di tambang dalam.

Ilyah Yakub tinggal sendirian sebagai juru tulis tambang di mess perusahaan. Mandiri dalam usia 14 tahun. Pada hal jarak antara Asamkumbang dengan Sawahlunto saat itu sangat jauh.

Ketika dia melihat ada ketimpangan dan ketidak adilan di perusahaan tempat dia bekerja, hati nuraninya terusik. Protes. Dia tidak takut melakukan protes kepada majikannya, perusahaan Belanda. Bayangkan oleh kita semua hari ini, pada usia 16 tahun Ilyas Yakub menunjukkan idealismenya sebagai patriot bangsa, dengan mengurbankan pekerjaannya dan keluar dari perusahaan itu sebagai protes terhadap pimpinan perusahaan asing yang imperialisme dan kolonialisme, serta kasar terhadap kaum buruh pribumi. Hanya dua tahun Ilyas Yakub bekerja sebagai juru tulis di Sawahlunto.

Dia kembali ke kampungnya, Asamkumbang. Selanjutnya Ilyas Ya’kub memperdalam ilmu agama dengan gurunya, Syeik Haji Abdul Wahab (Raichul Amar dalam Edwar, ed 1981, baca juga skripsi Nirmawati, 1984). Gurunya (yang dikemudian hari menjadi mertuanya, ayah dari istrinya, Tinun). Dia belajar di Surau Syehk Abdul Wahab bersama teman-teman se kampungnya. Ilyas Yakub menunjukkan bakat dan kepintaran yang luar biasa sehingga dengan cepat memahami ilmu agama yang disampaikan Syeh Abdul Wahab.

Tinun muda, anak perempuan Syekh Abdul Wahab, adalah gadis yang cantik dan ramah, pandai mangaji, pandai memasak, dengan tutur kata yang lembut. Seperti halnya gadis minang di masa itu, keutamaan mengaji adalah keharusan, dan menyulam adalah tambahan keterampilan pokok sebagai modal awal untuk melengkapi kelak menjadi wanita mandiri, yang amat bermanfaat ketika Tinun dan Ilyas Yakub berada dalam pembuangan. Dia biasa sendiri menjahit pakaian anak-anaknya. Memasak adalah identitas wanita minang. Tak ada wanita minang yang tak pandai memasak, demikian juga Tinun. Ilyas Yakub jatuh cinta sedari awal dengan Tinun. Namun tersimpan rapi di hati masing masing hingga suatu saat tiba, ketika Ilyas pulang dari Mesir.

Karena Syehk Haji Abdul Wahab melihat bakat yang luar biasa dari Ilyas Yakub, lalu dibawanya Ilyas ke Mekah untuk belajar dan menunaikan ibadah haji. Mereka berangkat dari pelabuhan Emmahaven (yang kita kenal sekarang sebagai Pelabuhan Teluk Bayur). Perjalanan dengan kapal uap mengarungi lautan luas memerlukan tenaga dan ujian yang luar biasa, dan 1 bulan berikutnya baru sampai di pelabuhan Jedah, Arab Saudi.

Selesai menunaikan ibadah haji, dalam usia 17 tahun Ilyas Yakub berminat untuk menetap di sana guna memperdalam ilmu agamanya. Haji Abdul Wahab menumpangkan Ilyas Yakub kepada sahabatnya di Mekah, seorang Ulama Besar asal Minangkabau

Ketika Haji Abdul wahab akan menaiki kapal di pelabuhan Jedah untuk kembali ke Minangkabau, dia menyampaikan beberapa berpesan kepada Ilyas Yakub: Ilyass...., pandai-pandailah di negeri orang. Jaga dirimu baik baik. Banyak membaca dan belajar agar kelak kamu menjadi salah satu fajar bagi negeri hindia belanda. Penerang yang menyinari kegelapan nusantara. Mudah-mudahan suatu saat kita bisa merdeka, seperti bangsa Arab ini, dan kamu menjadi salah satu yang akan mengisi kemerdekaan itu.

Karatau madang dihulu, babuah babungo balun, merantau kamu dahulu, agar nanti perguna di kampung. Bersambung........

Penulis: erizon
Berikan Reaksi Anda:

Komentar

Belum ada komentar.

Share :

Please enter your name.
Please enter a valid email.
Please write a comment.