Efektivitas DBH Pajak dalam Mendorong Pemerataan Pembangunan

26 Sep 2025 501 x Dibaca
Efektivitas DBH Pajak dalam Mendorong Pemerataan Pembangunan

Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan salah satu bentuk transfer fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam kerangka desentralisasi fiskal. DBH terbagi ke dalam dua kategori utama, yakni DBH Sumber Daya Alam (SDA) dan DBH Pajak. DBH Pajak menjadi salah satu komponen penting karena bersumber dari penerimaan negara yang berasal dari pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Cukai Hasil Tembakau (CHT). Tujuan utama dari DBH Pajak adalah untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah melalui mekanisme pembagian pendapatan negara yang lebih adil. Namun, efektivitas DBH Pajak dalam mendorong pemerataan pembangunan masih menyisakan banyak catatan dan tantangan.

DBH Pajak diatur dalam Undang-Undang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang menegaskan bahwa dana tersebut merupakan hak daerah. Dengan adanya DBH Pajak, pemerintah daerah memperoleh tambahan anggaran yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan di wilayahnya. DBH Pajak berbeda dengan Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK), karena alokasi DBH Pajak lebih bersifat proporsional sesuai dengan kontribusi daerah dalam penerimaan pajak nasional. Misalnya, daerah dengan kontribusi besar terhadap penerimaan PPh akan mendapatkan porsi DBH Pajak yang lebih tinggi dibandingkan daerah dengan kontribusi rendah.

Secara teori, mekanisme ini memberikan insentif kepada pemerintah daerah untuk mendorong kepatuhan pajak masyarakatnya. Semakin tinggi kontribusi penerimaan pajak dari suatu daerah, semakin besar pula DBH Pajak yang akan diterima. Dengan demikian, DBH Pajak diharapkan dapat memacu pemerintah daerah untuk meningkatkan basis pajak, memperbaiki administrasi perpajakan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi lokal yang berkelanjutan. Namun, efektivitasnya tidak hanya bergantung pada mekanisme alokasi, melainkan juga pada bagaimana pemerintah daerah memanfaatkan DBH Pajak secara tepat.

Dalam praktiknya, efektivitas DBH Pajak dalam mendorong pemerataan pembangunan menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, ketimpangan fiskal antar daerah masih cukup tinggi. Daerah yang memiliki potensi ekonomi besar dan kepatuhan pajak tinggi tentu menerima DBH Pajak yang lebih besar, sementara daerah dengan potensi terbatas mendapatkan porsi yang lebih kecil. Akibatnya, kesenjangan pembangunan antarwilayah tetap terjadi, meskipun tujuan awal DBH Pajak adalah menciptakan pemerataan. Fenomena ini memperlihatkan bahwa desain DBH Pajak lebih cenderung memberikan insentif kepada daerah kaya, dan kurang efektif bagi daerah miskin yang justru membutuhkan dukungan fiskal lebih besar.

Kedua, penggunaan DBH Pajak oleh pemerintah daerah masih sering menghadapi persoalan efektivitas. Alih-alih digunakan untuk pembangunan sektor produktif seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, atau pemberdayaan ekonomi masyarakat, sebagian besar DBH Pajak justru terserap untuk belanja rutin, seperti gaji pegawai atau biaya operasional pemerintahan. Pola penggunaan seperti ini membuat DBH Pajak kurang memberikan dampak nyata bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dengan kata lain, meskipun jumlah DBH Pajak yang disalurkan cukup besar, manfaat langsungnya terhadap kesejahteraan masyarakat sering kali tidak signifikan.

Ketiga, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan DBH Pajak juga masih menjadi isu krusial. Pengawasan penggunaan DBH Pajak oleh pemerintah daerah sering kali tidak maksimal. Laporan penggunaan anggaran tidak selalu dipublikasikan secara terbuka, sehingga masyarakat sulit untuk melakukan kontrol sosial. Akibatnya, potensi penyalahgunaan anggaran atau pemborosan dalam proyek pembangunan menjadi lebih besar. Padahal, DBH Pajak seharusnya menjadi instrumen yang memperkuat kepercayaan publik terhadap tata kelola keuangan negara dan daerah.

Meskipun demikian, perlu diakui bahwa DBH Pajak memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan daerah. Bagi banyak daerah, terutama yang belum mampu mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), DBH Pajak menjadi salah satu sumber utama pendanaan pembangunan. Melalui DBH Pajak, pemerintah daerah dapat melaksanakan berbagai program prioritas, mulai dari pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, peningkatan layanan kesehatan dan pendidikan, hingga program pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dengan manajemen yang baik, DBH Pajak bisa menjadi katalisator untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal sekaligus mempersempit kesenjangan antarwilayah.

Efektivitas DBH Pajak juga sangat bergantung pada kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola anggaran. Daerah dengan tata kelola keuangan yang baik cenderung mampu memanfaatkan DBH Pajak secara lebih efektif. Mereka dapat merancang program pembangunan yang jelas, terukur, dan sesuai kebutuhan masyarakat. Sebaliknya, daerah yang lemah dalam perencanaan dan pengawasan akan kesulitan mengoptimalkan DBH Pajak. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas aparatur pemerintah daerah menjadi kunci penting dalam mendorong efektivitas DBH Pajak.

Dalam konteks pemerataan pembangunan, penting juga untuk meninjau kembali desain alokasi DBH Pajak. Pemerintah pusat perlu memastikan bahwa mekanisme pembagian tidak hanya menguntungkan daerah yang sudah maju, tetapi juga memperhatikan kebutuhan daerah yang tertinggal. Misalnya, dengan menambahkan formula alokasi yang mempertimbangkan tingkat kemiskinan, indeks pembangunan manusia (IPM), serta kondisi infrastruktur. Dengan cara ini, DBH Pajak tidak hanya berfungsi sebagai reward bagi daerah penghasil, tetapi juga sebagai instrumen untuk mendorong pemerataan pembangunan secara nasional.

Selain reformasi desain alokasi, pemerintah daerah juga perlu mengubah paradigma dalam penggunaan DBH Pajak. Dana ini sebaiknya diarahkan pada sektor-sektor yang memiliki dampak ganda (multiplier effect) terhadap perekonomian daerah. Investasi di bidang pendidikan dan pelatihan vokasi, misalnya, dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, dan air bersih akan membuka akses ekonomi baru dan meningkatkan produktivitas masyarakat. Sementara itu, pemberdayaan UMKM melalui dukungan modal dan pelatihan bisa memperkuat basis ekonomi lokal. Dengan strategi ini, DBH Pajak tidak hanya menjadi dana tambahan, tetapi juga motor penggerak pembangunan.

Pengawasan juga menjadi faktor kunci untuk meningkatkan efektivitas DBH Pajak. Pemerintah pusat, lembaga legislatif daerah, serta masyarakat sipil harus bersinergi dalam mengawasi penggunaan dana ini. Transparansi laporan penggunaan anggaran perlu ditingkatkan melalui publikasi terbuka dan sistem informasi digital yang mudah diakses. Dengan adanya pengawasan publik, potensi penyalahgunaan anggaran dapat ditekan, dan efektivitas DBH Pajak dalam mendukung pembangunan lebih terjamin.

Ke depan, efektivitas DBH Pajak dapat diperkuat melalui sejumlah langkah strategis. Pertama, memperbaiki formula alokasi agar lebih berpihak pada daerah tertinggal. Kedua, memperkuat regulasi penggunaan DBH Pajak dengan menetapkan proporsi tertentu yang wajib dialokasikan untuk sektor pembangunan prioritas. Ketiga, meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan keuangan. Keempat, mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam memantau penggunaan DBH Pajak. Dengan kombinasi langkah-langkah tersebut, DBH Pajak dapat menjadi instrumen fiskal yang lebih efektif dalam mendorong pemerataan pembangunan.

Sebagai penutup, DBH Pajak merupakan instrumen penting dalam sistem transfer fiskal Indonesia. Meskipun telah memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan daerah, efektivitasnya masih perlu ditingkatkan agar tujuan pemerataan pembangunan benar-benar tercapai. Keadilan dalam alokasi, efektivitas dalam penggunaan, serta transparansi dalam pengelolaan menjadi kunci utama. Jika ketiga aspek ini dapat diwujudkan, maka DBH Pajak tidak hanya menjadi bagian dari mekanisme fiskal, tetapi juga simbol komitmen negara untuk membangun Indonesia yang lebih adil, sejahtera, dan merata di seluruh wilayahnya.

 

Penulis: Jordi L Maulana, S.STP
Berikan Reaksi Anda:

Komentar

Belum ada komentar.

Share :

Kategori

Please enter your name.
Please enter a valid email.
Please write a comment.