Lindungi Anak di Dunia Digital, Ini Aturan Akses Platform Sesuai Usia

26 Jul 2025 235 x Dibaca
Lindungi Anak di Dunia Digital, Ini Aturan Akses Platform Sesuai Usia

Di era digital, anak-anak tak lagi bermain di halaman rumah seperti dulu. Dunia mereka kini berpindah ke ruang maya tempat bermain, belajar, bersosialisasi, bahkan membentuk identitas diri. Namun di balik layar yang terang itu, ada bahaya yang tak selalu terlihat. Dan itulah yang ingin ditegaskan oleh Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, dalam momentum Hari Anak Nasional 2025.

Berbicara di Sekolah Rakyat Sentra Handayani, Jakarta Timur, Kamis (24/7), Meutya mengingatkan bahwa tidak semua platform digital layak diakses bebas oleh anak-anak. Dunia maya menyimpan risiko yang nyata, mulai dari konten yang tidak sesuai usia, hingga bahaya perundungan dan ajakan mencurigakan dari orang asing. “Platform dengan risiko tinggi hanya boleh diakses oleh anak-anak berusia 16 tahun ke atas, dan itu pun harus dengan pendampingan orang tua,” tegasnya.

Pernyataan tersebut merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak, atau yang lebih dikenal dengan nama PP Tunas. Regulasi ini menjadi landasan hukum yang menegaskan bahwa setiap platform digital harus diklasifikasikan berdasarkan tingkat risiko rendah, sedang, atau tinggi dan hanya boleh diakses oleh anak-anak sesuai dengan jenjang usia yang telah ditentukan.

PP Tunas sendiri merupakan wujud nyata komitmen pemerintah Indonesia dalam melindungi anak-anak dan kelompok rentan di ruang digital. Ditetapkan pada 28 Maret dan mulai berlaku sejak 1 April 2025, peraturan ini hadir sebagai pijakan kuat bagi negara untuk menciptakan ruang digital yang aman, sehat, dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya generasi muda.

Regulasi ini membagi batasan akses platform digital berdasarkan usia anak. Anak-anak di bawah 13 tahun hanya diperbolehkan mengakses platform yang benar-benar aman, seperti situs edukatif atau aplikasi anak-anak. Anak usia 13 hingga 15 tahun diizinkan menjelajahi platform dengan risiko rendah hingga sedang. Sementara itu, anak berusia 16 hingga 17 tahun dapat mengakses platform dengan risiko tinggi, namun tetap harus didampingi oleh orang tua. Sedangkan anak yang telah berusia 18 tahun ke atas dianggap cukup dewasa untuk mengakses semua jenis platform secara independen.

Meutya menekankan bahwa klasifikasi ini bukanlah bentuk pembatasan, melainkan perlindungan. Terlebih, banyak platform digital saat ini memuat konten yang mengandung kekerasan, pornografi, perjudian, hingga ruang perundungan yang bisa meninggalkan dampak psikologis bagi anak-anak yang masih dalam tahap tumbuh kembang.

Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh setiap 23 Juli menjadi momentum penting untuk mengevaluasi sejauh mana negara, masyarakat, dan keluarga telah hadir dalam memenuhi hak-hak anak. Tahun ini, peringatan HAN tidak hanya menjadi selebrasi, tetapi juga ajakan untuk berbenah dan beradaptasi dengan realitas digital yang kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari anak-anak.

Melalui PP Tunas, pemerintah menegaskan bahwa perlindungan terhadap anak tidak boleh berhenti di dunia nyata, tetapi juga harus menjangkau ruang digital yang tak berbatas. Kehadiran peraturan ini menjadi bentuk konkret kehadiran negara dalam melindungi generasi masa depan dari paparan konten yang merusak dan membahayakan tumbuh kembang mereka.

Namun, Meutya mengingatkan bahwa perlindungan digital tidak bisa hanya bergantung pada regulasi. Orang tua, guru, masyarakat, dan anak-anak itu sendiri memiliki peran penting dalam menciptakan ruang digital yang lebih aman. Orang tua harus lebih terlibat dalam mendampingi anak-anak saat berselancar di dunia maya, guru perlu menanamkan literasi digital yang sehat, dan masyarakat harus menjadi mata dan telinga dalam mendeteksi serta mencegah kekerasan digital.

Anak-anak pun diajak untuk lebih berani bersuara jika menjadi korban. “Kalau jadi korban perundungan, penipuan, atau dapat ajakan bertemu oleh orang asing, anak-anak jangan diam. Laporkan ke orang tua, guru, atau pihak berwenang. Negara hadir untuk melindungi kalian,” ujar Meutya.

Peringatan Hari Anak Nasional 2025 menjadi refleksi penting, sudahkah kita menciptakan ruang yang aman dan bermakna bagi anak-anak? Dunia digital seharusnya menjadi tempat yang memperkuat tumbuh kembang anak, bukan ruang yang menjerumuskan mereka ke dalam kesepian, tekanan sosial, dan kecanduan yang membahayakan.
Dengan hadirnya PP Tunas dan sinergi antara negara, keluarga, dan masyarakat, diharapkan anak-anak Indonesia dapat menjelajah ruang digital secara bijak dan aman. Mereka berhak atas dunia maya yang bukan hanya mendidik dan menghibur, tapi juga menjaga hati dan jiwa mereka.
 

Penulis: Suci Mawaddah Warahmah, S.Sos
Berikan Reaksi Anda:

Komentar

Belum ada komentar.

Share :

Kategori

Please enter your name.
Please enter a valid email.
Please write a comment.