Painan, Agustus ----
Harga gambir ditingkat petani Pesisir Selatan tidak stabil sejak beberapa pekan terakhir. Sejak masuk puasa Ramadhan 1431 H ini, harga komoditi itu turun lagi. Dari harga Rp25 ribu menjadi Rp19 ribu perkilogram. Kondisi harga yang terus turun ini mengeluhkan petani.
Jefri (32) seorang petani gambir di Batangkapas kepada pesisirselatan.go.id Jumat (13/8) mengatakan, petani gambir di kampung itu selalu saja berada pada posisi yang sulit. Bukan saja karena ketiadaan modal yang dimiliki untuk mengolah lahan sampai panen, tetapi juga disulitkan oleh tidak seimbangnya harga jual dengan biaya pengolahan.
Dikhawatirkan, harga komoditi gambir yang selalu terjadi penurunan ini disebabkan ulah pedagang (tengkulak) yang mempermainkan harga. Sebab, harga gambir di tingkat petani di daerah ini belum pernah bertahan diharga yang agak tinggi. Pada beberapa bulan lalu harga komoditi ini pernah mencapai Rp29 ribu perkilogram.
Beberapa hari bertahan pada harga Rp29 ribu perkilogram, kembali turun ke Rp24 ribu. Sampai kini harga ini menjadi Rp19 ribu perkilogram. Kami mohon kepada pemerintah melalui pihak terkait mencarikan jalan keluarnya, agar permainan toke ini tidak lagi terjadi, tuturnya.
Dikatakan, petani disini seringkali dihadapkan pada tumpukan hutang kepada toke setiap pascapanen. Uang yang dipinjam selama masa pengolahan, tidak cukup pada pembayaran masa panen. Sehingga dari masa panen kepanen berikut terjadi penumpukan hutang. Ini terjadi karena petani tidak memiliki modal untuk pengolahan lahan sampai panen.
Kami tidak mempunyai modal untuk mengolah lahan sampai panen. Begitupun biaya keluarga sehari-hari, juga kami ambilkan dari sana. Kami harus meminjam uang terlebih dahulu kepada toke, sebelum masapanen datang. Maka itu kami harus menjual hasil panen kepada toke tersebut dengan harga yang telah ditentukannya, meskipun harga itu jauh dibawah harga pasar yang sebenarnya yang tidak kami ketahui, imbuhnya.(04)