Air Manjunto, sebuah kampung kecil, yang belum banyak dikunjungi pedagang. Hanya beberapa pedagang banten yang datang. Itu pun sekali seminggu saja. Rumah rumah panggung yang berjejer di sepanjang jalan penghubung satu satunya dengan daerah luar, ke pelabuhan menyusun pola pemukiman di kiri kanan jalan. Pasar hanya di sekitar pelabuhan. Ada beberapa kapal yang sedang berlabuh di batang Air Manjunto.
Kedatangan banyak prajurit berkuda ke Air Manjunto terlihat mencolok, karena menambah keramaian, yang biasanya tidak terlalu ramai di siang seperti hari ini. Jika tidak hari pasar, penduduk banyak ke sawah dan ladang atau mencari ikan di sepanjang Batang manjunto.
Dari informasi yang dikumpulkan telek sandi, belum ada kapal-kapal yang berisi prajurit kelompok Tan Baro. Hanya kapal pedagang pengumpul dari beberapa dusun yang membawa barang hasil bumi. Penyisiran dimulai dengan mengamati kediaman para kerabat kerajaan yang melarikan diri ke air Manjunto. Hanya beberapa penjaga rumah yang terlihat di sebuah rumah besar, yang ternyata merupakan rumah tempat bermukim keluarga dan keturunan Puti Mambang Surau. Tidak ada tanda tanda akan adanya prajurit kelompok Tan Baro ke Air Manjunto. Para penjaga tidak mau menjawab ketika ditanya, apakah ada penyusupan atau prajurit pengacau datang ke Manjunto. Para kerabat kerajaan yang tinggal di rumah besar itu, juga tidak mau ditemui. Mereka menutup diri.
Akhirnya Panglima Panambam mengumumkan dengan suara keras, “Saudara-saudara sekalian, kami datang ke Air Manjunto untuk mencari pengacau kerajaan Inderapura. Tolong beritahu kami, kalau ada yang melihat. Oleh karena itu, jika ada yang menyusupkan para pengacau dan simpatisannya ke Manjunto atau yang memberi tempat tinggal, maka rumah tersebut akan di bakar oleh prajurit Kerajaan Inderapura. Demikian untuk dimaklumi”.
Penduduk ke luar rumah, berkumpul dan memandang ke arah kerumunan prajurit berkuda di tengah lapang dekat mesjid. Semua prajurit dalam keadaan siaga. Tiba tiba seorang perempuan yang sudah tua bersuara “Hai panglima, di sini tidak ada kelompok yang engkau cari. Kami sudah tenang hidup dengan kondisi seperti ini. Mohon kami jangan diganggu. Baliklah kalian ke Indrapura. Sampaikan kepada Sultan kalian, bahwa di Air Manjunto tidak ada yang kalian cari”.
“Emak ini harus tahu, bahwa Raja Inderapura adalah raja rakyat Air Manjunto juga, karena Air Manjunto adalah bagian dari kerajaan Inderapura. Jadi saya minta semua penduduk agar tunduk dengan hukum dan pemerintahan di Inderapura”, balas panglima dengan tegas.
“Kami adalah yang mewakili warga Air Manjunto. Terserah Sultan menilai kami. kami adalah warga biasa. Biarkanlah kami hidup dengan tenang dan berusaha di Air Manjunto ini. Kami tak akan melindungi yang Panglima cari. Dan kami juga tidak peduli pula dengan apa yang terjadi di Inderapura”, jawab orang tua itu dengan judes, yang kebetulah menurut informasi yang diterima dari rakyat setempat adalah adik dari Putri Mambang Surau.
“Iyalah. Terimakasih. Jika memang tidak ada para pengacau kerajaan di Air Manjunto ini, kami akan segera berbalik lagi. Kami tinggalkan beberapa oranng prajurit di sini untuk memelihara keamanan Air Manjunto. Jika ada yang menyembunyikan para pengacau, akan kami hukum sesuai dengan hukum kerajaan.”, jawab Panglima dengan tak mengacuhkannya lagi.
Panglima Panambam memutuskan kembali ke Muko-muko dengan pasukannya. Menunggu mereka di Muko muko, pikir Panglima Pananbam, akan lebih mudah, karena mungkin mereka masih dalam pelayaran. Perjalanan berkuda ke Muko muko memakan waktu selama lebih kurang satu hari penuh. Menjelang matahari terbit, pasukan Panglima Panambam telah memasuki wilayah Muko muko.
Di Muko muko para prajurit melakukan penyisiran, dari satu kampung ke kampung. Di belakang Pasar muko muko, yang merupakan daerah bersemak dan ditumbuhi alang alang, prajurit menemukan sekelompok orang yang mencurigakan. Gerak gerik mereka mencurigakan. Namun belum sempat ditanya, meraka melakukan perlawanan. Terjadi perkelahian jarak dekat. Beberapa di antara mereka memiliki ilmu silat, sehingga terjadi perkelahian yang sengit. Beberapa prajurit kerajaan terluka, bahkan ada yang langsung meninggal ditusuk keris para pengacau. Prajurit pemanah tidak sempat memanah karena perkelahian yang tiba tiba, dan perkelahian basosoh ini lebih mengutamakan kekuatan pribadi dari pada alat.
Panglima Panamban yang sedang berdiri di depan pasar, diberitahu oleh seorang prajurit yang lari tergopoh gopoh. Panglima langsung mengambil tindakan dengan mengerahkan sebagian prajuritnya ke belakang pasar. Mereka mengejar para pengacau. Banyak diantara mereka yang terbunuh, sebagian lari terus ke arah pantai.
Dari seorang yang tertangkap, yang kebetulan berasal dari prajurit kerajaan yang membelot, panglima dapat informasi bahwa mereka adalah bagian dari gerombolan Tan Baro. Menurut informasi dari mereka bahwa Tan Baro sudah sampai di Muko-muko dan hendak menuju ke Air Manjunto, untuk bergabung dengan keturunan Puti Mambang Surau. Tan baro dan kawan kawannya saat ini sedang berada di sebuah tempat tak jauh dari pasar arah ke Timur Muko-muko. Bersambung.......