Kekacauan yang dilakukan Tan Baro telah menimbulkan kerusakan yang luar biasa. Banyak rumah dan bangunan bangunan di sekitar pelabuhan yang rusak parah akibat dibakar dengan sengaja oleh kelompok pengacau. Demikian juga kapal kapal yang terbakar dan hampir tenggelam telah merusak kondisi pelabuhan. Sultan perintahkan Menteri Rajo Prang untuk mengambil alih pelabuhan dan segera membersihkan pelabuhan agar bisa dioperasikan kembali.
Sultan masih berdiri di pinggir pelabuhan, dan meminta seluruh menteri untuk berkumpul di bekas bangunan mantri pelabuhan. Sultan sangat kecewa, apalagi di depan tamunya, yang kebetulan hendak meminang putrinya. Pikir Sultan, bagaimana nanti pandangan kerajaan Kesultanan Aceh dengan kejadian ini, yang tentu saja akan menimbulkan penilaian buruknya pengendalian kerajaan. Bagi Sultan kejadian ini benar benar memberikan pukulan sangat keras terhadp kepemimpinan beliau, yang selama ini sudah terjaga dengan sangat baik. Apakah ini akan menimbulkan pikiran bagi kerajaan Kesultanan Aceh untuk masuk ke Inderapura guna membantu pengendalian keamanan dan pemerintahan. Pikir Sultan, “ini sama saja dengan ekspansi tidak langsung dari kesultanan Aceh terhadap Inderapura, jika ini dilakukan oleh Kesultanan Aceh. Ah jangan, dan tidak boleh sama sekali”.
Sultan minta keterangan kepada Menteri Seberang laut, tentang kondisi Tan Baro selama perjalanan kembali dan berangkat bersama Rangkayo Menteri Seberang Laut. Seluruh menteri dan Panglima Panamban telah duduk di ruangan.
“Rangkayo, selama perjalanan baik pergi mau pun kembali ke Inderapura, saya dengar Rangakayo satu kapal dan selalu bersama Tan Baro, apa yang sebenarnya terjadi. Tolong sampaikan kepada kami, agar semua yang hadir bisa memahami kejadian yang sebenarnya”.
“Hamba, Sultan. Hamba tidak melihat yang mencurigakan selama perjalanan Sultan. Sepanjang yang hamba ketahui dan hamba lihat, kiranya tidak ada yang ganjil pada diri Tan Baro. Dalam pelayaran memang kami sering berdiskusi soal negara dan pemerintahan, tapi dalam tataran pengetahuan dan pengalaman saja. Sesekali memang hamba lihat Tan Baro pernah menulis kata kata puisi dan kadang merenung memandang jauh ke laut lepas”’ penjelasanan Menteri Seberang Laut”.
“Kira-kira apa yang ditulis. Atau ada keluh kesah. Atau ambisi yang disampaikan kehadapan Rangkaya “, sela menteri Keamanan, Rangkayo Raja Prang.
“Tidak ada keluh kesah sama sekali, Rangkayo. Mohon maaf Sultan, hamba pernah menemukan tanpa sengaja sobekan kertas coret coret Tan Baro, yang hamba kira hanya kejutan perasaan saja”.
“Tentang apa Rangkayo?”, desak Sultan.
“Maaf hamba Sultan, jika hamba lancang. Coret coret kertas itu antara lain, tentang isi hati Tan baro, yakni kekaguman Tan Baro terhadap Putri Dewi, dan keinginannya mempersunting Putri Dewi. Tapi hamba pikir hanya candaan saja yang memang tidak jadi perhatian dari hamba”.
Sultan mengangguk angguk, lalu memandang jauh ke luar. Sementara para menteri saling pandang tanpa bicara.
“Hamba minta maaf Sultan dan seluruh Rangkayo yang hadir di ruang ini, atas kelalaian hamba dan tidak tanggapnya hamba atas kejadian selama pelayaran bersama Tan baro. Hamba tidak berfikir jika Tan Baro sejauh itu. Hamba juga tidak mengerti, apakah ada hubungan antara pinangan Pangeran Firman dengan kekacauan hari ini yang dilakukan Tan Baro. Jika memang ada, tentu saja ini menjadi masalah pribadi Tan Baro, yang tidak berfikir panjang atas akibat yang akan ditimbulkannya kepada kerajaan Inderapura”, penjelasan Menteri Seberang Laut. Menteri Sebarang laut merasa sangat bersalah. Bahkan merasa yang paling bertanggung jawab atas tindakan Tan Baro. Dengan kesatria, Menteri Seberang Laut menyampaikan keinginannya kehadapan Sultan,
“Hamba Sultan, kejadian yang maha berat ini sangat memalukan bagi kerajaan. Juga amat merugikan bagi rakyat kerajaan. Hamba mengundurkan diri dari jabatan kerajaan, sebagai bentuk tanggung jawab dan rasa bersalah terhadap Sultan dan kerajaan”, sembah Menteri Seberang Laut.
Semua hadirin terpana dan mereka laksana mendengar gemuruh besar di siang bolong. Mengundurkan diri. Kenapa harus demikian.
“Tunggu Rangkayo! Tidak harus demikian. Di tengah kita harus berpegang tangan satu sama lain, kita harus makin kompak dan kuat. Bukan keluar dari ikatan ini. Nanti malah kita makin hancur. Kerajaan makin lemah. Rakyat makin tak ada pegangan, dan rakyat banyak yang akan makin sengasar”, sela Sultan dengan keras.
Dengan tidak berkata banyak lagi, Sultan menutup pertemuan itu. Sultan tidak menjawab apakah menerima atau tidak atas pengunduran diri Menteri Seberang Laut. Semua diminta ke istana untuk makan siang. Sebagian prajurit kembali ke markasnya di Panambam. Hanya beberapa ratus orang yang masih ditugaskan untuk menjaga pelabuhan Muarasakai. Kapal kapal yang terbakar disingkirkan oleh para prajurit. Sedangkan beberapa tempat yang dirubuhkan masih dalam pendataan pihak Menteri Perhubungan, Rangkayo Rajo Nakhodo.
Masyarakat ibu kota hanya melongo saja melihat apa yang baru saja terjadi. Ada bisik bisik di kalangan pedagang di pelabuhan, bahwa sebenarnya sudah lama Tan Baro memendam kasih terhadap Putri Dewi, tapi tak pernah ada kesempatan untuk mengutarakannya.
Dengan kepulangan Putri Dewi dari Malaka, Tan Baro merasa akan semakin dekat waktunya untuk mengakhiri masa lajangnya. Tan baro merasa yang paling memungkinkan, karena Sultan sangat sayang terhadap Tan Baro, baik karena kegagahannya juga karena kecerdasan Tan Baro sehingga dianggap pemuda Inderapura yang paling sesuai menjadi pendamping Putri. Tapi itu baru sebatas mimpi Tan Baro, karena belum pernah diucapkan Sultan. Di lain pihak Tan Baro juga tak berani menyampaikan maksud hatinya. Tan Baro tidak mau mengulangi pengalamannya untuk ke dua kalinya setelah putus dengan gadis Air Pura, beberapa tahun yang lalu.
Demikian juga pendapat sebagian masyarakat di pelabuhan Muarasakai, bahwa Tan Baro adalah calon Pangeran. Mereka memperkirakan demikian, karena Tan Baro sangat disayangi Sultan, diberi peluang memimpin pelabuhan yang maha penting ini. Bahkan Tan Baro sering dipanggil Sultan untuk berdiskusi, baik masalah pemerintahan maupun masalah ekonomi kerajaan. Itulah yang membuat Sultan menjadi sangat terpukul, kewibawaan beliau ditikam oleh orang kepercayaannya, hanya karena masalah kecil yang sangat pribadi. Bersambung....