21-2-218 : Membahas Surat Telek Sandi

21 Feb 2018 781 x Dibaca

Sultan “Assalamualaikum Sultan”, ucap Menteri Keamanan sambil menyura hormat, sambil mempersilakan Menteri duduk dihadapan Sultan. membungkukkan badan kehadapan Sultan. “Waailukum salam Wr Wb”, balas

Setelah menteri duduk dihadapan Sultan, lantas Sultan menyampaikan semua informasi yang diperolehnya dari Mantri Pelabuhan. Selanjutnya Surat dari telik sandi dibuka dan dibacakan menteri kehadapan Sultan.

“Yang Mulia dan dikasihi Allah Sultan Munawar, Sultan pembela Agama Allah, pelindung segenap rakyat kerajaan. Sultan penguasa pesisir dari Padang hingga ke ujung selatan Muko muko. Sultan kebanggaan masyarakat Kerajaan Inderapura. Dengan ini kami laporkan kehadapan Sultan, bahwa telah terjadi penyerangan dan penghancuran bandar Tiku dan Pariaman oleh bala tentara kerajaan Kesultanan Aceh. Menurut berita yang kami peroleh, bahwa selama tiga bulan kedepan, bala tentara Kesultanan Kerajaan Aceh akan istirahat sambil mengumpulkan tenaga dan makanan sebelum melanjutkan penyerangan ke Pebuhan Muara Padang. Bala tentara Aceh memiliki 65 buah kapal layar, dengan bala tentara sebanyak 6560 tentara laut, dan 160 buah meriam api. Dalam peperangan di Tiku dan Pariaman telah tenggelam sebanyak 9 buah kapal perang Aceh dan tentara sebanyak 360 orang tewas. Tiku dan Pariaman dapat mereka kuasai. Target mereka adalah menguasai seluruh pelabuhan pesisir barat sumatera. Saran kami kehadapan yang mulia, sudilah kiranya Sultan mengirim utusan untuk berdamai dengan Panglima Laut Kerajaan Aceh di Kapal berwarna merah dan biru sebelum mereka melanjutkan pelayaran ke Muara Padang, tiga bulan lagi. Hal Ini untuk kebaikan kerajaan karena pasukan bala tentara Aceh akan ditambah dari Banda Aceh dan Meulaboh. Pimpinan Perang Aceh adalah Panglima Laut Tengku Habibulah. Demikian laporan dari kami untuk Sultan. Mohon arahan dan pertimbangan Sultan”.

Setelah surat dibacakan Menteri keamanan, dahi sultan berkerut. Kepalanya menengadah melihat langit-langit istana, sambil menyandarkan badannya ke kursi kebesaran. Kemudian berdiri, melangkah ke dekat jendela besar, menghadap matahari yang mulai meninggi dan memandang jauh ke halaman isatana. Sultan merasakan akan ada kejadian berbahaya jika bala tentara Aceh mendarat di Padang atau Muarasakai. Perlu ada tindakan segera. Jika disusul dengan kapal kapal kerajaan dan tentara ke Pariaman, tentu saja akan terjadi pertempuran baru, yang pada gilirannya tidak menguntungkan Kerajaan Inderapura. Kepala Sultan menengadah lagi, seperti berfikir keras. Dan sesekali menekur ke bawah. Terus memandang ke luar istana. Sementara menteri juga berdiri mengikuti Sultan tapi hanya diam saja.

“Panggil jurus tulis dan juru penerang”, minta Sultan kepada penjaga.

Sambil menyura sembah, juru tulis datang menghadap dan menunggu perintah Sultan. Juru tulis telah berdiri di samping Menteri dengan peralatan tulisnya. Sutan mengeluarkan titah agar dibuat undangan segera untuk semua menteri, para hulu, iman kerajaan, ahli bintang, ahli cuaca, dan komandan divisi pasukan yang terpusat di Panambam agar menghadap sultan di ruang tengah istana.

Tak lama kemudian, undangan sudah dibuat oleh juru tulis, dan disebarkan oleh juru penerang. Beberapa orang juru penerang telah berjalan dengan kuda tunggangannya mengantarkan undangan sultan, yang dikawal beberapa prajurit berkuda.

Menjelang matahari condong ke arah barat. Waktu syalat ashar telah menjelang masuk. Seluruh yang diundang sudah sampai di ruang tengah istana. Protokol istana meminta semua undangan untuk sholat ashar terlebih dulu sebelum pertemuan dengan sultan dimulai. Ada Menteri, para hulu yang 6, komandan divisi pasukan laut, kavaleri, pasukan pemanah, ahli cuaca, ahli bintang dan arah, pimpinan tua silek, dan pendayung handal hadir semua. Keadaan kota praja terlihat sibuk dengan kuda kuda gagah karena banyak pejabat kerajaan yang berdatangan ke istana.

Setelah semua hadir dan sholat ashar, raja keluar berpakaian kebesaran dengan diiringi juru tulis istana, serta para penasehat senior kerajaan. Dari pakaian sultan telah memperlihatkan bahwa rapat hari ini adalah rapat sangat penting, dan menyangkut masalah kerajaan. Raja langsung duduk di singasana kebesarannya. Pandangannya menyapu semua hadirin, dari sudut kanan ke sudut kiri istana. Dari depan ke barisan paling belakang.

“Dipersilakan dengan sangat hormat, yang mulia Sultan” dengan menyura Perdana Menteri memohon kehadapan Sultan untuk memulai sidang istimewa pada siang itu. Sultan beranjak dari singasananya, berdiri dengan memegang tongkat kebesaran dan pedang besar terselip dipinggangnya.

“Assalamuailaukum Warrohmatullahi wabarakatuh. Rasullullah utusan Allah. Para Menteri, Para Hulu, Iman Kerajaan, Panglima Divisi, Mantri pelabuhan, para penasehat yang saya banggakan dan hadirin semua, yang dihormati segenap rakyat kerajaan. Dihari yang mulai beranjak memasuki musim panas. Matahari telah penuh menampakkan diri, setelah beberapa bulan terakhir ini diselimuti hujan pembawa berkah dan rezki dari Allah SWt untuk semua kita penghuni bumi Allah ini, saya sengaja mengundang semua hadirin karena ada berita penting yang hendak saya pelajari dan bicarakan bersama semua kawula kerajaan yang terhormat ini.

Tadi siang sepulang saya dari pelabuhan menghadiri undangan para pelaut Persia, menjelang matahari condong ke barat, Menteri keamanan datang kehadapan saya dengan berita yang kurang menggembirakan dan merisaukan serta membawa sepucuk surat dari telik sandi kita di pelabuhan Tiku. Setelah surat dibacakan menteri keamanan kehadapan saya, ada berita penting buat kita semua untuk menjadi perhatian dan siaga, yakni telah terjadi penyerangan dan pendudukan Tiku dan Pelabuhan Pariaman oleh bala tentara laut Kerajaan Kesultanan Aceh. Pimpinan angkatan laut Aceh adalah Panglima Laut, Habibulah. Kabarnya mereka akan berdiam dulu di sana selama 3 bulan sambil menata pemerintahan perwakilan kesutanan Aceh di Pariaman dan Tiku. Setelah itu mereka akan melanjutkan pendudukan ke Muara Padang, yang merupakan bagian dari wilayah kerajaan kita. Jika ada yang mengenal Panglima laut tersebut berikan saran, dan petunjuk siasat apa kiranya yang harus saya perbuat. Saya tidak ingin Pasukan Kerajaan Kesultanan Aceh menduduki Muara Padang dan datang ke Pelabuhan Muarasakai, kecuali untuk bersahabat. Demikian titah saya”, tegas Sultan. Bersambung.....

Penulis: erizon
Berikan Reaksi Anda:

Komentar

Belum ada komentar.

Share :

Please enter your name.
Please enter a valid email.
Please write a comment.