Matahari di ufuk timur telah melihatkan sinarnya, sekitar 98 orang warga Kampung Kapo Kapo Kenagarian Sei Nyalo Kecamatan Koto XI Tarusan telah bangun dan memulai aktifitasnya pagi itu.
Puluhan anak anak usia sekolah dengan pakaian seragam SD dan SMP menaiki sebuah boat untuk bisa sampai kesekolah yang berada di Kampung Sei Nyalo yang jaraknya sekitar 30 menit perjalan mengunakan boat .Sementara itu para wanita kampung itu memulai aktifitas rumah tangganya dengan memasak dan menyediakan bekal yang akan dibawa para suami mereka untuk melaut.
Begitulah aktifitas setiap harinya disebuah daerah yang terletak di tengah laut, perkampungan yang dihuni oleh sekelompok warga yang memiliki hubungan keluarga satu sama lainnya. Sebuah perkampungan yang hanya bisa didatangi dengan mengunakan perahu atau boat. Tak ada yang pcesial dari perkampungan itu.
Ketika kita ingin sampai kekawasan ini kita harus mengunakan sarana boat dari kawasan Cerocok Tarusan dan dalam waktu sekitar 1 jam perjalanan . Namun sebelum kita memasuki perkampungan itu kita akan menemui perumahan warga yang keseluruhannya merupakan rumah pangung yang terbuat dari kayu yang jarak rumah yang satu dan rumah lainnya sangat dekat .
Jika dihitung ada 18 unit rumah dan sebuah mushala kecil ukuran 4 x 6 meter. penerangan listrik hanya berupa pembangkitan listrik tenaga surya ,air bersih yang berasal dari pergunungan namun tidak memadai, tak ada mck (Warga buat hajat disepanjang pinggiran pantai ) bahkan sebagian besar rumah warga itu kondisinya sudah banyak yang lapuk dan rusak.dan semua warganya mata pencariannya adalah nelayan.
Darlis 42 kepala Kampung Pagi itu memulai aktifitasnya dengan menaiki boat lelaki separu baya ini mulai mengarungi lautan mencari peruntungan di tengah laut, dengan harapan pulangnya membawa hasil tangkapan yang jumlahnya bisa membuat dapur mengepul dan keinginan sibuah hatinya bisa dipenuhi.
Dengan alat tangkap seadaanya dia pergi ketengah laut dan baru akan pulang ketika senja mulai datang. jika hasil tangkapan pada hari itu banyak sebagiannya dijualnya langsung kepinggir ke Cerocok Tarusan dan sebagiannya dibawa pulang untuk lauk keluarganhya.
Ketika berkunjung ke kawasan itu, Darlis menceritakan kalau dia telah menghuni pulau ini sekitar 26 tahun. Memang waktu kecil dia pergi merantau dari pulau itu namun dia kembali ke kawasan itu bahkan membawa serta istrinya Jurniarti 36 warga Padang dan anak anaknya untuk tinggal dikawasan itu .
"Semua warga yang ada dikawasan ini semuanya memiliki hubungan keluarga satu sama lainnya, dan saya adalah keturunan yang kelima dari penghuni pertama yang datang kepulau itu yaitu nenek kapo yang juga adalah nenek buyut saya,dan itulah kenapa daerah ini diberi nama kampung kapo kapo karena nenek buyut saya yang pertama kali datang kekawasan ini dan mengolahnya menjadi kawasan pemukiman" ujarnya
Menurutnya, tinggal di kawasan yang kelilingnya adalah lautan tidaklah mengenakkan, banyak kendala kendala yang sering mereka hadapi, mulai ldari keterbatasan sarana dan prasarana, fasilitas kesehatan,pendidikan yang ,penerangan dan air bersih .
Dan dalam memenuhi kebutuhan sehari harinya mereka dalam keterbatasan. hasil melaut yang didapatkan para lelaki kampung itu dikumpulkan dan kembali dibelanjakan mereka setiap hari selasa hari balai di ibu kota kecamatan. Dengan mengunakan boat para ibu kampung ini membeli pelengkapan dapur dan sumur yang bisa digunakan seminggu .
"Tapi terkadang kami mengalami kesulitan,apalagi musim badai maka kami tidak mendapatkan hasil tangkapan,tapi kesulitan yang kami rasakan sudah menjadi keseharian palagi kami semuanya adalah keluarga " ujarnya
Ditambahkannya, anak anak kami sering juga tidak sekolah ketika laut tidak bersahabat,badai dan ketika ada anggota keluarga yang sakit jika tidak bisa diatasi dengan pengobatan kampung maka kami harus segera mengarungi lautan untuk mendapatkan pengobatan di Ibu kota nagari atau langsung ke Ibu kota Kecamatan yang harus ditempuh sekitar satu jam dantentunya mengunakan sarana boat.
Kisah Darlis itu juga dialami oleh sekitar 17 kepala keluarga yang menghuni kawasan itu. Mereka bertahan hidup dalam keterbatasan tersebut dan selalu berharap adanya perhatian, sehingga sekitar 98 warga daerah itu bisa sejajar dengan daerah luar.
Harapan warga Kapo Kapo itu bak gayung bersambut, seringnya diberitakan dimedia tentang kawasan ini maka pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan tunjukan keperdulian terhadap daerah itu. beberapa waktu lalu Bupati Pesisir Selatan bersama dengan beberapa SKPDnya mendatangi kawasan ini dan melihat langsung kehidupan masyarakat daerah itu. dan akhirnya banyak bantuan berdatangi kedaerah itu.
Mulai bantuan dari kementrian DKP berupa dermaga apung yang digunakan ntuk membantu warga untuk mencapai daratan ketika pasang surut kapal boat mereka sulit untuk menepi, bantuan mesin disel solar yang diberikan kepada warga sebagai penerangan dan bakti TNI yang dilaksanakan di kawasan itu untuk membuka akses jalan menuju dermaga mini dan beberapa unit rumah warga kondisinya tidak layak lagi dihuni dibedah .
Dan sekarang setelah kawasan Mandeh dikenal luas dampak dari pariwisata ini dirasakan oleh masyarakat daerah itu, setiap harinya terutama pada sabtu dan minggu orang dari berbagai daerah datang kedaerah mereka . Kedatangan mereka itu sekedar untuk melihat langsung kondisi perkampungan warga yang berada ditengah laut hingga tinggal beberapa hari dikawasan itu dengan mendirikan kemah atau menyewa rumah warga.
"Stiap Sabtu hingga minggu banyak wisatawan yang datang kedaerahnya untuk sekedar melihat atau berkemah beberapa hari . Keluhaan wisatawan tidak terlepas dari sulitnya mereka mendapatkan air bersih hingga wc.Warga terpaksa harus berbagi air bersih dengan para tamu,jika para tamu banyak yang datang maka warga akan sangat kesulitan sekali sebab saluran air yang dimililiki daerah ini masih minim sekali," ujarnya
Sebenarnya dikawasan Kapo Kapo memiliki sumber air yang sangat memadai ,yang berada diperbukitan dekat pemukiman warga,namun pengakuan Darlis warga hanya bisa mengaliri sumber air tersebut dengan selang yang dialiri hingga kerumah sehingga debit air tersebut sangat kecil, Begitu juga dengan sarana WC umum masyarakat hanya memiliki satu unit yang berada di mushala . Baahkan masyarakat masih menungunakan kawasan pantai sebagai sarana mck mereka.
Dampak berkembangnya kawasan Mandeh sangat disambut baik oleh masyarakat, kaum wanita di daerah itu memiliki keinginan untuk bisa membuka warung warung kecil kecilan . akan tetapi ketidak adaan modal menjadi kendala mereka.
Seperti yang diutarakan oleh Jurniarti 36 . Kepada Padang Ekspres diungkapkannya ketika wisatawan banyak datang berkunjung mereka membutuhkan makanan ringan,minuman ,kopi,teh. Tapi kami disini tidak ada waruhng yang mampu melayani untuk itu.
"Ada keinginan untuk membuat waruhng kopi agar para pengjunjung bisa sekedar minum kopiatau teh dan makanan ringan.Tapi modal untuk mendirikan pondok kopi dan isinya tidak ada," ujarnya
Jurniarti sangat berharap adanya bantuan modal untuk dirinya dan beberapa kaum wanita daerah ini untuk bisa berusaha dan berperan untuk menyambut para wisatawan .
Selain modal Darlis dan warga lainnya juga berharap keperdulian pemerintah daerah kepada daerahnhya ini bisa selalu ada, sebab dia dan warga lainnya juga ingin nantinya bisa menikmati kemajuan yang sudah ada di kawasan luar seperti penerangan memadai sehingga mereka bisa memiliki elektronik , komonikasi mengunakan HP. " Kami akan terus bermimpi sebab mimpi adalah harapan kami," ujarnya