Peran Platform Digital dalam Membentuk Opini Publik

02 Nov 2025 31 x Dibaca
Peran Platform Digital dalam Membentuk Opini Publik

Dalam era digital yang serba cepat seperti saat ini, platform digital telah menjadi ruang utama bagi masyarakat untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan menyuarakan pendapat. Kehadiran media sosial, portal berita online, forum diskusi, hingga platform berbagi video telah mengubah cara publik mengakses informasi dan membentuk pandangannya terhadap berbagai isu sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Tidak dapat dipungkiri, platform digital kini memainkan peran sentral dalam pembentukan opini publik, menggantikan dominasi media konvensional seperti televisi, radio, dan surat kabar. Transformasi ini membawa dampak besar, baik positif maupun negatif, terhadap cara masyarakat memahami realitas dan mengambil sikap terhadap isu-isu publik.

Salah satu peran utama platform digital adalah sebagai sarana demokratisasi informasi. Jika pada masa lalu hanya lembaga media besar atau pihak berwenang yang memiliki kekuasaan untuk menyebarkan informasi, kini siapa pun dapat menjadi produsen dan distributor berita melalui media sosial atau blog pribadi. Hal ini memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk menyuarakan pendapat, mengkritik kebijakan, atau mengungkap fakta-fakta yang mungkin tidak terangkat di media arus utama. Platform seperti X (Twitter), Facebook, YouTube, dan TikTok, misalnya, memungkinkan setiap individu menjadi bagian dari arus informasi global. Dengan demikian, opini publik terbentuk tidak hanya dari atas ke bawah (top-down), melainkan juga dari bawah ke atas (bottom-up), mencerminkan dinamika sosial yang lebih partisipatif.

Namun, kebebasan dalam menyebarkan informasi tersebut juga menghadirkan tantangan baru berupa banjir informasi (information overload) dan meningkatnya potensi penyebaran disinformasi serta hoaks. Algoritma platform digital sering kali memprioritaskan konten yang viral atau menarik perhatian, bukan yang paling akurat atau berimbang. Akibatnya, opini publik bisa terbentuk berdasarkan informasi yang belum tentu benar, bahkan manipulatif. Fenomena ini dapat memecah belah masyarakat, terutama ketika isu-isu sensitif seperti politik, agama, dan identitas menjadi bahan perdebatan di dunia maya. Dalam konteks ini, peran literasi digital menjadi sangat penting agar masyarakat mampu memilah informasi, berpikir kritis, dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang menyesatkan.

Selain sebagai saluran informasi, platform digital juga berfungsi sebagai ruang pembentukan identitas kolektif. Masyarakat kini lebih mudah menemukan kelompok dengan pandangan, minat, atau nilai-nilai yang sejalan melalui komunitas daring. Interaksi antaranggota komunitas tersebut memperkuat rasa solidaritas dan memperkokoh pandangan tertentu yang pada akhirnya membentuk opini bersama terhadap suatu isu. Misalnya, gerakan sosial seperti #MeToo, #BlackLivesMatter, atau gerakan lingkungan #FridaysForFuture mendapatkan momentum besar berkat penyebaran dan dukungan melalui media sosial. Platform digital memungkinkan isu-isu tersebut menjangkau khalayak luas, membangun kesadaran global, dan menekan pengambil kebijakan untuk melakukan perubahan nyata.

Di sisi lain, peran algoritma dan sistem rekomendasi dalam platform digital juga tidak bisa diabaikan. Algoritma berfungsi untuk menyesuaikan konten sesuai preferensi pengguna berdasarkan riwayat pencarian, interaksi, dan perilaku daring. Meskipun tujuan awalnya adalah memberikan pengalaman yang lebih personal, sistem ini justru sering menciptakan fenomena “echo chamber” atau ruang gema informasi, di mana seseorang hanya terekspos pada pandangan yang sejalan dengan keyakinannya. Akibatnya, kemampuan masyarakat untuk memahami sudut pandang yang berbeda menjadi berkurang, dan polarisasi opini publik semakin tajam. Kondisi ini dapat menghambat dialog konstruktif dan memperkuat segregasi sosial di dunia maya maupun di dunia nyata.

Dalam konteks politik, platform digital memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap pembentukan opini publik menjelang pemilihan umum atau dalam proses pengambilan kebijakan publik. Kampanye politik kini tidak lagi bergantung pada media konvensional, melainkan pada strategi komunikasi digital yang dirancang untuk menjangkau pemilih secara langsung melalui iklan digital, konten viral, atau interaksi di media sosial. Politisi dan partai politik menggunakan data analitik untuk memahami preferensi publik dan menyusun pesan kampanye yang lebih tepat sasaran. Namun, strategi semacam ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait privasi dan manipulasi opini publik, seperti yang terjadi dalam kasus Cambridge Analytica beberapa tahun lalu. Fenomena tersebut menjadi pelajaran penting tentang betapa besarnya kekuatan platform digital dalam membentuk persepsi dan keputusan masyarakat.

Peran platform digital dalam pembentukan opini publik juga terlihat dalam dunia ekonomi dan bisnis. Merek dan perusahaan kini berlomba-lomba membangun citra positif di dunia maya melalui strategi pemasaran digital dan interaksi langsung dengan konsumen. Opini publik yang terbentuk di platform digital, baik berupa ulasan produk, komentar pelanggan, maupun tren viral, dapat memengaruhi reputasi dan keberlangsungan sebuah bisnis. Oleh karena itu, perusahaan semakin menyadari pentingnya manajemen komunikasi digital yang transparan, responsif, dan berbasis kepercayaan publik. Di era di mana satu unggahan negatif dapat menyebar dengan cepat, pengelolaan opini publik di ranah digital menjadi bagian penting dari strategi korporasi.

Dalam ranah sosial, platform digital juga berperan sebagai medium penggerak perubahan sosial. Kampanye kemanusiaan, aksi solidaritas, atau penggalangan dana sering kali dimulai dari unggahan sederhana di media sosial yang kemudian berkembang menjadi gerakan besar. Kemampuan platform digital untuk menyebarkan informasi secara cepat dan luas menjadikannya alat efektif dalam mobilisasi massa dan membangun kesadaran publik. Namun, agar gerakan tersebut berkelanjutan dan berdampak nyata, diperlukan verifikasi informasi dan komitmen kolektif dari masyarakat agar tidak berhenti pada fenomena “aktivisme instan” atau “hashtag activism” semata.

Meskipun demikian, tidak semua dampak dari platform digital bersifat positif. Pola konsumsi informasi yang cepat dan dangkal dapat mengurangi kualitas refleksi kritis masyarakat terhadap isu-isu kompleks. Banyak pengguna yang hanya membaca judul tanpa memahami konteks, sehingga opini publik terbentuk dari potongan informasi yang tidak utuh. Selain itu, kecepatan dalam berbagi informasi sering kali tidak diimbangi dengan tanggung jawab etis dalam menyebarkannya. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk mengembangkan kesadaran digital (digital awareness) agar dapat menjadi pengguna yang bijak dan kontributor positif dalam ekosistem informasi.

Untuk memaksimalkan potensi positif platform digital dalam pembentukan opini publik, perlu ada kolaborasi antara pemerintah, lembaga media, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil dalam memperkuat literasi media. Pendidikan literasi digital seharusnya menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan sejak dini, agar generasi muda tidak hanya mahir menggunakan teknologi, tetapi juga memahami dampak sosial dan etis dari setiap aktivitas digitalnya. Pemerintah dan penyedia platform juga perlu meningkatkan transparansi algoritma dan memperkuat mekanisme pengawasan terhadap konten yang berpotensi menyesatkan atau membahayakan ketertiban publik.

Pada akhirnya, platform digital merupakan refleksi dari dinamika masyarakat modern—terbuka, cepat, namun juga penuh tantangan. Perannya dalam membentuk opini publik tidak dapat dipandang sebelah mata karena ia telah menjadi arena utama dalam pertarungan ide dan wacana. Masyarakat yang cerdas digital akan mampu memanfaatkan platform ini sebagai ruang dialog yang sehat, tempat bertukar gagasan, dan wadah untuk membangun konsensus sosial yang lebih inklusif. Sebaliknya, tanpa kesadaran kritis, platform digital bisa menjadi senjata yang justru memecah belah masyarakat dan merusak tatanan demokrasi. Oleh karena itu, keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab etis menjadi kunci utama agar peran platform digital benar-benar membawa manfaat bagi pembentukan opini publik yang rasional, beradab, dan berorientasi pada kebenaran.

 

Penulis: Jordi L Maulana, S.STP
Berikan Reaksi Anda:

Komentar

Belum ada komentar.

Share :

Kategori

Please enter your name.
Please enter a valid email.
Please write a comment.