Ketika lahan berusaha mencari nafkah untuk keluarga tidak lagi ada di Kampung sendiri ,negeri orang menjadi sasaran tujuan mencari Nafkah, kendati itu jauh diujung Papua, daerah yang berada di ujung timur Indonesia.
Seperti kisah Muslim 40 Warga Calau Kenagarian Puluik Puluik Selatan Kecamatan IV Nagari Bayang utara Pessel ini berjualan Soto di Oksibil Jaya Pura dan istrinya Armaita 37 ingin menemui suaminya tersebut guna membantu usaha dagang suaminya itu untuk kelanjutan ekonomi rumah tangganya.
Muslim telah enam bulan kembali ke Papua berusaha ,dimana sebelumnya dia juga telah sering pulang pergi berusaha ke Papua dan meninggalkan 3 orang putrinya di Kampung bersama orang tuanya yang telah tua Renta. Namun takdir bekehendak lain, kepergian Armaita kali ini adalah kepergian untuk selama lamanya , dia salah satu korban jatuhnya pesawat Trigana Air PKYRN jenis ATR42 yang mengangkut 54 orang (49 Penumpang dan 5 kru/awak pesawat ) di Papua pada Minggu (16/8)
Ketiga orang putrinya tidak menyangka kalau kepergian ibunya tersebut menyusul ayahnya ke Papua adalah kepergianya untuk selama lamanya.Ketiga orang putrinya itu adalah Marlisa Putri 20,Yulia Ningsih 18 dan Fuja Amelia 15 hanya bisa pasrah ketika mendapatkan kabar kalau ibunya berada dalam pesawat tersebut.
Untuk menuju kerumah Armaita di Kampung Calau Kenagarian Puluik Puluik Selatan Kecamatan IV Nagari Bayang Utara , Kita harus melalui beberapa tanjakan dan turunnan yang sangat terjal,sebab rumah korban berada di perkampung yang dikeliling perbukitan. Bahkan untuk sampai kerumahnya tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat hanya kendaraan motor yang dikendarai oleh orang yang telah mahir .
Ketika kami sampai dirumah korban ketiga anaknya bersama bersama orang tua dan saudara Armaita berada di rumah duka, diwajah mereka tampak sekali luka mendalam dengan kepergian keluarga mereka tersebut.
Keluarga besarnya tidak memiliki firasat buruk dengan kepergian Armaita ke Papua menyusul suaminya tersebut merupakan kepergian terkairnya untuk selama lamanya . Bahkan anak bungsunya Armaita Fuja Amelia sebelum ibunya naik pesawat Trigana Air sempat juga kontak lewat telepon .
Puja dengan mata berurai air mata menyebutkan, pembicaraan terakhir bersama ibunya berlangsung sore Minggu (16/08) sebelum naik pesawat dan itupun berlangsung dan singkat. "Saat itu amak (Panggilan anaknya Armaita kedirinya ) menyebutkan,beliau tidak akan lama berada di Papua. Bila telah berjumpa ayah, maka amak segera pulang. Atau setidaknya pulang jelang Lebaran ," katanya.
Sebelum menutup telephon korban berpesan untuk menjaga nenek dan kakeknya dengan baik. Nenek Puji yang bernama Rostilan (75) merupakan penderita tunanetra, sementara kakeknya Basri (80) kondisinya juga sudah lemah.
"Amak meminta untuk menjaga nenek dan kakek dengan baik. Kami tinggal bersama keduannya menjelang mama dan papa pulang," katanya gadis yang masih dudukdikelas 2 MTsN Asam Kumbang sembari menyeka air mata.
Sebelum korban berangkat Fuja sempat mengabadikan ibunya tersebut dengan kamera telephon genggam. "Mama tampak cantik dan anggun saat akan berangkat. Beliau mengenakan rok, baju kurung dan hijab biru. Saya tidak menyangka saat itu adalah kesempatan terakhir menyaksikan mama ," katanya.
Sedangkan sebagai orang tua Rostilan ibu dari Armaita menyebutkan, beberapa jam menjelang dapat kabar soal jatuhnya pesawat Trigana, ia sudah mendapat firasat. "Menjelang dapat kabar duka itu telinga saya terasa mendenging. Ketika itu saya menyadari akan ada berita buruk yang segera didengarnya," katanya.
Firasat Rostilan rupanya tidak meleset. Pada Minggu malam kejadian tersebut menantunya Muslim mengabari bahwa ada laporan pesawat Trigana yang mengangkut Armaita mengalami kecelakaan.
Kakak Armaita , Almasrial 44 dan Jon Rijal menjelaskankorban berangkat dari Bayang Senin (10/8) bersama menantu kakaknya Epiardi (yang juga korban) menuju Bandara Internasional Minang Kabau menuju Papua menumpang Lion Air. Di Jaya Pura Armaita sudah ditunggu sanak famili untuk selanjutnya menunggu pesawat selama lima hari ke depan atau berangkat mengunakan trigana air pada Minggu (16/8) kemarin .
Dia bersama keluarga lainnyamendapatkan kabar dari suami Armaita ,Muslim melalui telepon gemgam kalau isterinya berada pesawat Trigana Air yang telah hilang kontak tersebut. Bagaikan disambar petir seluruh keluarga tidak menyangka sama sekali .
Padahal pihak keluarga tidak merasa demas sama sekali sebaba Armaita sebelumnya juga telah pernah pergi ke Papua. Karena di Papua itu dia bersama suaminya berjualan makanan (soto ) dan telah sering pulang pergi ke Papua. apalagi sesampai di Papua itu SuaEinya yang telah terlebih dahulu berangkat telah menunggunya .
"Setelah mendapat kabar kalau Armaita beradadidalam pesawat yang kecelakaan tersebut kami keluarga hanya bisa pasrah dan berharap mayat segerabisa dievakuasi. Kami dari pihak keluarga sangat berharap sekali ,jenazahnya bisa dibawa pulang ke kampung untuk dimakamkan," ujarnya
Sementara itu Camat Bayang Utara Asril menyampaikan sebelum berangkat kembali ke Papua untuk mengadu nasib dengan berjualan , korban dan suami korban adalah warga yang aktif dalam organisasi di kampung nagari salah satunya adalah TPK PNPM-MP. Kedua-duanya adalah asset nagari Puluik -Puluik Selatan.
Menurut pihak kecamatan sedang berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Kabupaten mengenai pemulangan korban ke kampung Halaman. 'Kita masih melakukan koordinasi dengan pihak keluarga ,kita masih menunggu kepastian penemuan korban dan indentifikasi korban dan kapan bisa dibawa pulang," ujarnya
Salah seorang Tokoh Masyarakat Kecamatan IV Nagari Bayang Utara yang juga merantau ke Papua Akmal Bucok 58 menyampaikan warga Bayang Utara yang pergi merantau ke Provinsi Papua sebanyak 1500 orang lebih. . Mereka tersebar di beberapa wilayah di daerah itu seperti Jaya Pura, Wamena, Puncak Jaya, Oksibil Jaya pura,dan daerah lainnya . Rata rata mereka berusaha dagang .
Awal keberangkatan masyarakat Bayang Utara merantau ke Papua berawal ditahun 1970 karena kondisi ekonomi daerah yang mulai melemah juga adanya warga yang berhasil di Papua sehingga mereka membawa warga lainnya untuk mengadu nasib kenegeri itu.