Jufri Arianto (25) warga Lakitan Utara, Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan adalah salah satu korban kapal Mitra Nelayan yang karam di perairan Bengkulu penghujung tahun 2014 lalu. Lolos dari maut akibat hanyut selama enam hari di laut tidak membuat pria satu anak ini jera untuk melaut.
Minggu (4/1) di Lakitan Utara suami Santi ini menyebutkan, meski telah merasakan pahit getir diombang ambing gelombang berhari-hari tidak membuatnya gentar untuk turun menangkap ikan dengan kapal tonda. Tidak ada alasan untuk tidak ke laut.
"Ya, saya tidak mempunyai keahlian dan pekerjaan lain selain menjadi nelayan. Disinilah nasib periuk-beras keluarga kami disangkutkan. Tidak melaut maka dapur tidak bisa diasapi," ungkapnya.
Disebutkan, kejadian karam dengan kapal dan mengambang berhari-hari di tengah laut merupakan pelajaran dan peringatan dari tuhan untuknya. "Ada pelajaran amat berharga dari kejadian itu, salah satu diantaranya kesiapan melaut perlu menjadi perhatian bagi siapapun yang hendak melaut," katanya.
Jufri Arianto mengisahkan ia karam bersama kawannya Indro (21) dan Gusrianto (32) pada hari Sabtu tanggal 27 Desember 2014. Kapal itu karam akibat lambung depan bocor dihantam ombak setinggi 4 meter dan terhempas kekarang di kawasan Pulau Enggano.
Sebetulnya pada saat karam ia sudah pasrah dan merasa tidak akan mungkin lagi melihat tanah tepi. Hidupnya seolah sudah ditakdirkan "terkubur" di laut. Sehingga saat keluarga ia telefon ia berpesan kepada istri dan mertuanya sekiranya ajal sampai disini kesalahannya dimaafkan. Mohon anak dididik dan dibesarkan dengan baik.
"Sungguh pada saat itu kami tidak yakin bisa lolos dari maut. Di depan mata yang ada hanyalah bayangan kematian tragis. Tak mungkin lagi bertemu anak dan istri yang sedang menunggu di rumah," katanya.
Ia dan kedus temannya tetap berupaya menyelamatkan diri menggunakan peti dan hanyut mengikuti arus dan arah angin. Selama terombang ambing di lautan ia dan dua teman lainnya menjilat air hujan dan air embun yang menggenang dipinggir peti.
Lalu dihari ke tiga ia dan lainnya melihat sebuah pulau dan berenang menuju pulau yang mereka lihat tersebut. Saat berenang seekor hiu besar ingin memangsanya sehingga berupaya kembali masuk ke peti ikan.
Petaka itu akhirnya berakhir di Selat Sunda. Ia terdampar di pinggir Gunung Krakatau. Ia berupaya mencari makanan, namun tidak mendapatkan apa-apa, untuk minum dia mengumpulkan air mineral bekas yang hanyut ke pinggir pantai.
Setelah berjalan tiga kilo meter dia diselamatkan Lengkai (60). Pak Lengkai kemudian memberikan makan dan minum untuk selanjutnya menyeberang menuju Syahbandar Pelabuhan Pandeglang Jawa Barat.