Pesisir Selatan- Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah membuka Workshop Transformasi Hijau dan Launcing Pemanfaatan Dana RBP GCF OUTPUT II di Hotel Saga Murni, Pesisir Selatan, Rabu (19/9).
Kegiatan itu dihadiri Bupati Pesisir Selatan, Rusma Yul Anwar, Sekdakab Mawardi Roska, sejumlah kepala OPD Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Pesisir Selatan, lintas sektor dan stakeholder lainnya.
Dalam sambutannya Gubernur Mahyeldi Ansharullah mengatakan, secara umum, Transformasi Hijau merupakan konsep yang merujuk pada perubahan menyeluruh dalam cara kita memproduksi, mengonsumsi, dan mengelola sumber daya alam untuk mencapai pembangunan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Konsep ini merupakan respons terhadap krisis iklim dan lingkungan yang semakin mendesak. Krisis iklim ini sebenarnya bukan hal yang baru karena sudah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu. Penyebab utamanya adalah manusia.
Mengapa transformasi hijau ini penting, karena dengan transformasi hijau diharapkan akan mengurangi emisi gas rumah kaca, efisiensi penggunaan sumberdaya, melindungi keanekaragaman hayati dan lain sebagianya.
Terlebih untuk emisi gas rumah kaca, ini sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim dan negara-negara juga sudah sering melakukan pertemuan untuk membahas perubahan iklim ini.
Konvensi terkait perubahan iklim dimulai sejak PBB menyelenggarakan konvensi tentang lingkungan dan pembangunan, yaitu UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Rio de Jeneiro, Brazil atau dikenal dengan istilah KTT Bumi pada tahun 1992.
Tujuan utama konvensi tersebut adalah untuk menstabilkan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer pada tingkat tertentu dari kegiatan manusia yang membahayakan sistem iklim.
Tindak lanjut dari KTT Bumi, untuk membahas konsentrasi GRK diselenggarakan COP (Conference of the Parties) satu tahun sekali dan dihadiri oleh semua negara pihak (parties) anggota konvensi. COP pertama dilaksanakan tahun 1995 di Berlin, Jerman.
Sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berkomitmen untuk mengambil peran dalam upaya pengendalian perubahan iklim untuk mendukung pencapaian ENDC yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Komitmen tersebut dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2021-2026, di mana kegiatan pengendalian perubahan iklim menjadi prioritas pembangunan di Provinsi Sumatera Barat.
Upaya-upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam kerangka perubahan iklim sudah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2021 tentang RPJMD Tahun 2021-2026. Dalam RPJMD, Sumatera Barat merencanakan beberapa aksi mitigasi penurunan emisi GRK, di antaranya, Di bidang pertanian, penurunan emisi sebesar 24,11.
Di bidang kehutanan dan lahan gambut, penurunan emisi sebesar 8,41 persen. Di bidang energi, penurunan emisi sebesar 23,95 persen. Di bidang pengelolaan limbah, penurunan emisi sebesar 5,32 persen.
Dengan demikian, setelah pelaksanaan aksi mitigasi secara keseluruhan, emisi GRK di Sumatera Barat diproyeksikan dapat turun sebesar 9,72 persen atau setara dengan 14,1 juta ton CO2 equivalen pada tahun 2030.
Khusus untuk Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lainnya (FOLU), pada Tahun 2022 Provinsi Sumatera Barat telah menyusun Dokumen Rencana Kerja Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 Sub Nasional Sumatera Barat. Sebagai upaya konkret, Kita telah melaksanakan program rehabilitasi hutan, pengelolaan hutan berbasis masyarakat, serta penguatan kelembagaan dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan.