Dora Sri Nasti Bidang Desa Pancung Taba Sulit Mengubah Pola Pikir Masyarakat

26 Aug 2015 855 x Dibaca

Dora Sri Nasti Wanita kelahiran Gurun Panjang Bayang 10 September 1986 ini mengabdikan ilmu kesehatannya di Kenagarian Pancung Taba Kecamatan IV Nagari Bayang Utara sebuah daerah yang berada di ujung daerah Bayang  sebagai bidan PTT semenjak tahun 2009.

Sekarang ini dia menjadi bidan PTT di Poskesri Pancung Taba yang bangunan pokesri itu sendiri masih menumpang dirumah warga. Kepada Padang Ekspres diceritakanya mengabdi didaerah terpencil sangat banyak suka dukanya. Yang paling sulit baginya adalah mengubah pola pikir masyarakat yang masih bersifat tradisional . Dan beralih percaya  kepada ilmu kesehatan.

Namun usaha sosialisasi kepada masyarakat terus digencarkan dengan mengiatkan kegiatan posyandu dan pelayanan kesehatan lainnya yang sedikit demi sedikit mengubah pola pikir tersebut. Menurutnya menjadi bidan desa di daerah ini harus bisa menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar harus selalu bisa berbaur dengan baik.

"Awalnya memang sangat sulit namun setelah lama kelamaan menjadi enak dan nyaman sebab sekarang ini masyarakat sudah bisa menerima keberadaan kita dengan tangan terbuka dan bersahabat," ujarnya

Diceritakannya,Dia mengabdi di Pancung Taba ini pada tahun 2009 dengan status bidan PTT dan itu juga masih menjadi statusnya  hingga kini.Tidak mudah mengubah pola pikir masyarakat yang sudah panatik mengunakan cara tradisional dalam mengobati  suatu penyakit.

Pada awalnya masyarakat tidak percaya pengobatan dengan cara medis,mereka lebih percaya dengan cara kampung.apalagi Dan itulah perjuangan berat pada awalnya berada didaerah ini.Dulu angka kematian ibu dan bayi sangat tinggi didaerah ini,sebab warga masih mengunakan jasa dukun beranak dalam melahirkan.Tapi sekarang ini tidak lagi terjadi.

Kehidupan masyarakat yang masih panatik akan cara tradisional ternyata tidak bisa hilang dengan mudah,ini bisa dilihat ketika ada warga yang mau melahirkan,warga hingga kini tidak akan pernah mau melahirkan di polindes atau ke rumah sakit tapi dia yang harus kerumah warga itu untuk membantu persalinan ,sehingga jam berapapun kendati itu tengah malam dia harus mau mendatangi rumah warga tersebut.

"Tengah malam dan dalam kondisi hujan dan badai pun kita harus kerumah warga warga itu,sebab mereka tidak mau melahirkan diluar dari rumah mereka takut terjadi apa apa kata mereka saking panatiknya, ataupun memberikan jasa pelayanan lainnya " ujarnya

Apalagi ketika ada warga sakit parah atau melahirkan yang butuh mengalami pendarahan dan butuh pengobatan lebih lanjut, butuh untuk segera dirujuk ke RSUD M Zein ,mereka sangat sulit sekali  karena mereka takut harus mengeluarkan biaya besar atau alasan lainnya. Maka dirinya meminta persetujuan dari pasien yang tidak mau dirujuk tersebut agar tidak menimbulkan permasalahan.  

Kendati masyarakat telah berangsur angsur mengunakan jasa medis bukan berarti pundi rupiah bisa didapatkan bidan ini lebih banyak sebab kebanyakkan warga berobat mengunakan kartu Jamkesmas,atau tidak jarang juga dia menerima pembayaran berupa hasil ladang warga seperti beras, pisang dan lainnya atau sekedar ucapan terima kasih belaka

 "Bahkan ada pasien yang masih mengutang biaya melahirkan yang hingga kini masih belum mereka bayar, Tapi tak masalah karena bagi saya kesehatan warga lebih utama," ujarnya

Memang jarak yang sangat jauh dari pusat ibukota Kabupaten sekitar 2 jam perjalanan dengan medan jalan yang terjal dan rusak menjadi kendala untuk mendapatkan pengobatan segera.  Ada beberapa kasus karena lamanya perjalanan dan kondisi jalan yang buruk mengakibatkan kematian bagi sang bayi .Biarpun didaerah terpencil namun ketersedian obat obatan sangat mencukupi .

"Permasalah lain yan juga menjadi kendala adalah tidak adanya sinyal telekomikasi yang bisadigunakan untuk bisa menghubungi apabila ada pasien yang harus dirujuk .Serta belum memiliki ambulan yang digunakan untuk mengangkut pasien,akibatnya kita selalu mengunakan mobil warga sekitar jika ada pasien yang harus dirujuk segera dan tentu itu sangat sulit," ujarnya

Kondisi yang dialami oleh Dora Sri Nasti  juga dialami oleh Bidan Lili Safni seorang bidan di Pustu Pancung Taba, Kendati (Puskermas Pembantu (Pustu) telah permanen namun kondisi akses jalan, ketidakadanya sinyal HP dan mobil ambulan selalu menjadi kendalanya .  

"Pernah  malam jam 02.00 dini hari ,pasien harus segera dirujuk ke Painan, padahal hari hujan dan longsor ,kita terpaksa menembus hujan dan longsor tersebut agar pasien itu mendapatkan perawatan lebih intensif," ujarnya 

Penulis: Elfi Mahyuni, S.H
Berikan Reaksi Anda:

Komentar

Belum ada komentar.

Share :

Kategori

Please enter your name.
Please enter a valid email.
Please write a comment.