Tidak banyak yang kenal dengan nama daerah Kapo Kapo yang terletak di Kenagarian Sei Nyalo Mudik Air Kecamatan Koto XI Tarusan,sebuah daerah yang hanya bisa dilalui dengan mengunakan tranportasi laut mengunakan perahu dan kapal boat. Daerah ini dihuni sekitar 18 Kepala Keluarga (KK) dari satu Keturunan.
Hari ini jam baru menunjukan pukul 06.30 wib, Alirman 37 warga Kapo Kapo telah berada di pinggir muara pantai untuk menyiapkan kapalnya boatnya yang akan digunakannya untuk membawa 21 orang pelajar dimana siswa SDN 15 Sei Nyalo sebanyak 16 orang dan siswa SMPN 6 sebanyak 6 orang ke Sei NYalo yang jarak tempuh mengunakan boat sekitar 20 menit.
Tak selang lama kemudian satu persatu pelajar mengenakan pakaian seragam SD dan SMP muncul satu persatu dan menaiki boat yang telah disiapkannya. Setelah semua pelajar naik dengan segera Alirman memajukan boatnya agar para pelajar tersebut tidak terlambat masuk sekolah .
Itulah keseharian lelaki yang masih membujang,pekerjaan sebagai pengantar anak sekolah ditekuninya lebih kurang satu tahun, semenjak dia tidak lagi memiliki satu tangan karena kecelakaan motor.Sebelumnya Alirman berprofesi sebagai penyelam dan nelayan diKapo Kapo mencari gurita untuk dijual guna menghidupi dirinya dan orang tuannya yang sudah tua.
ketika ditemui ketika menurunkan tumpangannya bercerita awal dan motivasinya menjadi pengemudi boat yang setiap hari harus wira wiri antar jemput pelajar. Menurutnya setiap harinya dia harus mengantrkan pelajar tersebut dengan kondisi apapun, walaupun badai,hujan atu gelombang tinggi dia harus mengantarkan pelajar pelajar tersebut tanpa ada alasan.
Dan dia hanya digaji setiap bulannya Rp 600 ribu dari pihak sekolah dan itupun tidak diterimannya secara rutin,terkadang diterimannya sekali 2 bulan ataupun lebih. Namun bagi Alirman perkerjaan itu adalah pilihan baginya karena dengan kondisinya yang tidak lagi memiliki tangan lengkap dan penglihatan yang sedikit tergangu maka pekerjaan itu menjadi amanah yang harus dijalaninya. Setiap hari dia harus bertanggungjawab antar dan jemput pelajar tersebut,dan tidak boleh tertinggal baik itu di Kapo Kapo ataupun disekolah. Mau tidak mau dia harus menghitung jumlah pelajar agar tidak tertinggal.
'' Pernah badai dan gelombang tinggi,namun para pelajar itu harus segera sampai di sekolah maka dengan bertarung nyawa dan rasa was was boat harus tetap melaju untuk sampai sekolah, bersyukur tidak ada siswa yang terjun kelaut atau tengelam selama saya membawa boat ini,''ujarnya
Namun ketika mau berangkat hari sudah hujan lebat atau badai,maka dia terpaksa menelpon gurunya dan menanyakan gurunya apakah para guru itu juga sampai kesekolah ,jika guru guru mengatakan mereka tidak bisa kesekolah maka dirinya juga tidak akan mengantarkan para pelajar itu kesekolah.
''Pernah juga ketika sudah sampai kesekolah ,ternyata guru guru yang mengajar tidak ada disekolah maka dia harus kembali ke Kapo Kapo kerumah lagi,' ujarnya lebih lanjut .
Ketika ditanya apakah ada ketakutan dalam dirinya yang harus setiap hari menyeberangi lautan untuk sampai kesekolahyang harus berhadapan dengan badai,gelombang laut dan mesin kapal yang harus mati mendadak dan terombang ambing ditengah lautan. Alirman cuma tersenyum sebab semua itu pernah dialaminya , tetapi dia dan guru lainnya menyerahkan semuanya kepada pencipta .
Pernah dahulunya ditengah lautan ombak yang tinggi disertai badai sehingga boat yang ditumopanginya mengalami kesulitan sehingga kapal yang mereka tumpangi harus tersandar kepinggiran karang. Rasa takut dan cemas mendera mereka. " Tapi allamdulilah kami semua selamat," ujarnya
Selain itu hambatan lain yang juga sering mereka temui adalah , ketika mereka akan berangkat kesekolah hujan dan badai di pagi hari dan kapal tidak berani melaut,dirinya juga terpaksa mengurungkan diri untuk bisa pergi sekolah,dan terpaksa tidak sekolah maka dia harus menelpon guru siswa itukalau dirinya tidak bisa mengantarkan siswa tersebut . atau ketika mereka harus kembali ke Kapo Kapo setelah selesai mbelajar, juga di hambat badai , hujan dan gelombang mereka juga harus terpaksa menungu hingga semuanya reda dan tentunya dengan melihat para siswa menanggung lapar menjelangsituasi normal.
"tidak jarang kami harus menunggu lama saampai semuanya reda,akibatnya rasa lapar dan lelah harus ditahan. Kami terpaksa menunggu sampai sore untuk bisa kembali ke Kapo Kapo ," ujarnya
Mengungkapkan,pihak sekolah memaklumi jika para siswa yang berasal dari Kapo kapo ini tidak masuk sekolah kalau penyebab karena badai ,hujan dan gelombang tinggi."Pihak sekolah memaklumi keadaan mereka itu,karena memang keterbatasan yang mereka miliki itu.tapi semangat belajar yang mereka miliki sangat tinggi," ujarnya
Ada kalanya rasa takut menyelimutinya bersama dengan teman teman sprofesinya ketika telah hujan badai atau gelombang. Rasa takut itu tidak dipendam lama lama karena bayangan murid murid tersebut yang masih membutuhkan untuk diantarkan untuk mendapatkan pelajaran. Bahkan selama menjadi pembawa boat dirinya tidak pernah melalaikan tugas dan kewajibannya mengantar jemput siswa sebab secara keseluruhan siswa tersebut masih keponakannya sendiri.
Namun karena setiap hari harus melewati lautan yang luas,kapal yang dikendarainya trsebut tidak memiliki keamanan yang lengkap seperti baju pelampung dan alat keamanan laut lainya. sebab dikapalnya hanya memiliki 3 baju pelampung, tentu kondisi ini menjadi rawan bagi pelajar pelajar tersebut jika kondisi kapal atau situasi ditengah laut jika terjadi kesulitan, dan dirinya telah menanyakan hal tersebut kepihak terkait namun hingga kini belum ada realisasinya
'Kita sangat berharap baju pelampung disediakan sesuai banyaknya siswa yang akan diatarkan setiap harinya,karena setiap harinya kita melalui lautan luas yang tidak diduga apa yang akan terjadi yang mengancam keselamatan para pelajar tersebut, ujarnya (07