2-4-2018 : Pesta Besar di Ulele

02 Apr 2018 751 x Dibaca

Setelah Tengku Asmal sampai di Ulele dan melaporkan hasil pertemuannya dengan Sultan Inderapura kepada Sultan Baginda Alisyah, bahwa pinangan Pangeran Firmansyah kepada Putri Dewi telah diterima dengan baik,  maka Sultan Baginda Alisyah, memerintahkan kepada kepala urusan istana agar dipersiapkan pesta pernikahan, yang akan dilaksanakan 7 hari 7 malam. Mengundang banyak raja dan para pangeran dari daerah bawahan, serta kerajaan tetangga di negeri rantau.

Ulele adalah sebuah kota pelabuhan yang ramai. Berbagai suku bangsa singgah di Ulele dalam perjalanan  ke timur jauh sebelum memasuki selat Malaka, atau hendak berlayar berdagang ke negeri persia dan se-menanjung arab. Kapal kapal dagang dari berbagai suku bangsa berlabuh di Ulele untuk berdagang, mengisi air dan bahan makanan lainnya guna mengarungi samudera luas. Kadang para pelaut berhenti untuk menunggu angin yang baik agar pelayaran tidak dihantam badai angin musom. Di seberangnya juga ada Pulau Sabang, yang masih wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh. 

Istana Kesultanan Aceh ada dua,  satu di Banda Aceh, yakni  Istana Darud Dunia    yang merupakan pusat pemerintahan. Dan yang satunya lagi di Ulele, tempat keluarga besar Sultan bermukim. Di Ulele inilah, pada pertengahan tahun 1571, pesta besar akan dimulai. Bagi Sultan Alisyah, yang bergelar Sultan Alaudin Riayat Syah, pesta ini harus besar, karena Pangeran Firman Syah merupakan adik kesayangannya, dan adik paling bungsu dari Sultan Alisyah bersaudara.  Apalagi umur Sultan juga sudah mulai sepuh, sehingga pesta pernikahan ini akan menjadi sejarah kerajaan bagi Kesultanan Aceh.

Namun demikian, ada beberapa pangeran di keluarga kerajaan yang tidak menyukai pernikahan ini, karena kuatir nantinya Kerajaan Inderapura akan mempengaruhi kekuasaan Sultan Alisyah. Mereka menginginkan agar Pangeran Firmansyah beristri  dengan kalangan bangsawan Aceh juga. Namun hal ini tidak dianggap persoalan oleh Sultan Alisyah. Menurut Sultan, yang mengatur jodoh adalah Tuhan.  

Keluarga besar Sultan Inderapura telah dalam pelayaran menuju Ulele. Dari Sibolga telah dikawal oleh dua kapal perang kerajaan Kesultanan Aceh. Sultan sengaja tidak ikut, karena tidak mungkin meninggalkan negara dalam kondisi yang baru saja selesai menumpas  pemberontakan Tan Baro. Sedangkan ibunda Putri Dewi dan adik adik putri ikut bersama rombongan. Sultan diwakilkan kepada adik Sultan untuk menjadi wali pernikahan. Kepala rombongan yang dituakan, Sultan percayakan kepada Tuo Kambang, panasehat senior kerajaan.

Rombongan keluarga Putri Dewi, yang semula direncanakan berlayar dengan menggunakan  10 buah kapal dan 360 orang, ditambah dengan 40 orang prajurit pengawal sebagaimana permintaan terakhir dari Sultan, sehingga jumlah kapal yang berangkat sebanyak 11 buah kapal ke Ulele.

Pada hari ke delapan, rombongan sampai di Ulele. Putri Dewi dan rombongan kerajaan Inderapura disambut dengan sangat meriah. Ada letusan meriam api ke udara sebagai rasa gembira dan suka cita atas kedatangan Puri Dewi ke Banda Aceh.  Rakyat berjejer berdiri di pelabuhan. Mereka ingin melihat wajah Putri Dewi yang menurut berita di seantero kerajaan adalah sangat cantik dan cerdas,  yang berasal dari daerah kayangan, nun jauh di selatan Swarna Dwipa. Karena cantik dan pintar itulah Putri Dewi menjadi pilihan Pangeran Firmansyah, dan juga  merupakan pangeran paling gagah dalam keluarga Sultan.

Putri Dewi turun dengan didahului oleh beberapa wanita berkebaya dan diikuti para pengiring.  Putri Dewi berpakaian kebaya putih bersih, berselendang di kepalanya, dan di bagian bawahnya dibalut kain panjang warna merah jambu. Sambil senyum ramah, dan melambaikan tangan sebagai ungkapan terimakasih kepada rakyat Ulele. Lalu naik ke atas kreta kencana kerajaan yang sudah disediakan, menuju rumah peristirahatan yang disediakan untuk semua anggota rombongan. Berduyun duyun rakyat melihat rombongan Putri Dewi di sepanjang jalan, laksana bidadari yang turun dari kayangan.

Hari yang ditunggu telah datang. Dua hari setelah Putri Dewi sampai di Ulele, pesta pernikahan dimulai. Banyak tamu  telah datang dari berbagai kerajaan bawahan kesultanan Aceh. Ada juga dari negeri Rantau Malaka dan Negeri Sembilan. Bahkan para pedagang yang sedang singgah di Ulele juga diundang oleh Sultan Alisyah. Bagi Sultan Alisyah, pesta ini ditujukan menjadi pesta rakyat, sehingga banyak kegiatan budaya mengiringi kegiatan pesta perkawinan. Makanan disediakan untuk siapa saja yang datang selama 7 hari 7 malam itu.

Dari hari pertama, berbagai kegiatan budaya asli Aceh ditampilkan, mulai dari tari rencong, tari rentak, tari ranup lampuan hingga tari saman. Karena rakyat kerajaan terdiri dari berbagai suku bangsa, maka semua diberi kesempatan juga untuk menampilkan khas budaya masing-masing. Ada langgam kromo Tioangha dan barongsainya, ada gambus persia, ada tari perut yang diadopsi dari tari budaya Sungai Nil, dan ada juga tari-tari dari Tamil Nadu.    

Tua  muda  datang menyaksikan berbagai kegiatan seni. Pada hari kedua, tepat jam 10 siang acara pesta yang paling sakral akan segera dimulai, yakni ijab kabul Putri Dewi dengan Pangeran Firmansyah.   Undangan terbatas telah hadir di ruangan tengah istana. Dari pihak Putri Dewi hanya dihadiri sebanyak 20 orang, antara lain ibunda putri, Tuo Kambang, dan beberapa sanak famili kerajaan. Sedangkan yang akan menjadi wali nikah putri Dewi,  dipercayakan kepada adik Sultan Inderapura, yakni Pangeran Rahmatsyah. Menjelang azan zuhur tiba, acara ijab kabul telah selesai dengan baik, dan dilanjutkan Sholat Zuhur bersama.

Putri Dewi sudah menjadi istri Pangeran Fismansyah. Mereka telah resmi menjadi pasangan kerajaan yang akan dimeriahkan dengan pesta besar  pada 4 hari ke depan. Putri Dewi dan Pangeran Firmansyah duduk di pelaminan menunggu para undangan menerima ucapan selamat.

Setelah pesta usai tujuh hari tujuh malam, dan para undangan kembali ke tempat masing-masing, kehidupan Putri Dewi dan Pangeran Firmansyah   sudah menjadi sebuah keluarga baru dan rumah tangga yang bahagia dalam lingkungan istana kerajaan Kesultanan Aceh. Mereka saling berdiskusi. Saling bercanda. Dan saling memadu kasih sebagaimana layaknya penganten baru.

Ibunda Putri Dewi dan rombongan kembali ke Inderapura. Sedangkan sebagian akan tinggal, sesuai dengan perjanjian awal, yakni  40 orang prajurit Inderapura yang menjadi pengawal tetap Putri Dewi di Ulele. Sesuai dengan persetujuan Sultan Alisyah, mereka di tempatkan di sekitar bagian istana yang ditempati Putri Dewi dan Pangeran Firmansyah. Bersambung

Penulis: erizon
Berikan Reaksi Anda:

Komentar

Belum ada komentar.

Share :

Please enter your name.
Please enter a valid email.
Please write a comment.