PESISIR SELATAN — Sebanyak 231 manuskrip kuno ditemukan di Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan.
Temuan ini membuka lembaran baru dalam upaya menelusuri sejarah kerajaan Tarusan dan dinamika sosial budaya masyarakat pesisir pada masa lampau.
Guru Besar Kajian Manuskrip Universitas Andalas, Prof. Pramono, menjelaskan, ratusan manuskrip tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama.
Kategori pertama manuskrip berisi catatan perjalanan dan dinamika Kerajaan Tarusan, menggambarkan bagaimana kekuasaan, pemerintahan, dan hubungan sosial politik berkembang di masa lalu.
Sementara kategori kedua mencakup catatan tentang aksen, ulayat, serta riwayat pengelolaan tanah ulayat, termasuk kisah-kisah rinci mengenai pemanfaatan wilayah.
Dikatakan Pramono, di dalamnya, misalnya, terdapat naskah yang menjelaskan tentang satu pulau yang ditanami kelapa, lengkap dengan nama-nama pihak yang menanam dan mengelolanya.
“Ketiga, naskah tentang surat pegadaian yang umum ditemukan di berbagai tempat,” ujar Prof. Pramono saat diwawancarai di Painan, Senin (8/10/2025).
Menurutnya, dua kategori pertama memiliki nilai historis yang sangat penting karena menjadi sumber utama untuk memahami keberadaan dan koneksitas Kerajaan Tarusan dengan kerajaan-kerajaan lain di pesisir barat Sumatera.
Manuskrip-manuskrip itu diperkirakan berumur antara awal 1800-an hingga awal 1900-an. Jumlahnya tergolong besar, bahkan tertinggi dibandingkan daerah lain di Sumatera Barat.
“Kalau di seluruh Sumatera Barat, sejauh ini sudah ditemukan sebanyak 1.235 manuskrip. Ada yang berjumlah 89, 99, atau 20 naskah di daerah lain, tapi di Tarusan ini jumlahnya mencapai 231 manuskrip, dan itu sangat luar biasa,” terang Prof. Pramono.
Saat ini, kondisi fisik sebagian manuskrip tersebut mulai mengalami kerusakan. Karena itu, tim peneliti itu Universitas Andalas tengah berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan naskah-naskah itu melalui proses restorasi fisik.
“Kami sedang mencari dukungan dan sponsor dari berbagai pihak agar upaya restorasi ini bisa segera dilakukan. Fisik naskah harus segera diselamatkan dari proses perusakan alami,” jelasnya.
Selain restorasi, pihaknya juga tengah menyiapkan penerbitan alih aksara terhadap sejumlah naskah terpilih, terutama yang berkaitan dengan sejarah lokal dan nilai-nilai sosial masyarakat pesisir.
Lebih lanjut, Prof Pramono menyebut, Pesisir Selatan merupakan salah satu daerah yang sangat kaya dengan khazanah naskah kuno.
Temuan manuskrip tidak hanya ada di Tarusan, tetapi juga tersebar berbagai daerah di Pesisir Selatan seperti di Lunang, Mandeh Rubiah, Surau Tanjung di Batangkapas, hingga Inderapura.
“Hampir di semua tempat itu ada naskah yang berkias. Kiasan-kiasan ini bahkan sudah kita kembangkan menjadi motif batik khas daerah,” ujarnya.
Beberapa motif batik yang telah diluncurkan di Mandeh Rubiah, Inderapura, dan Tarusan terinspirasi langsung dari iluminasi manuskrip kuno. Salah satu di antaranya berasal dari naskah jimat perang yang memiliki hiasan (iluminasi) sangat indah.
Menurut Prof Pramono, keberadaan manuskrip-manuskrip tersebut membuktikan bahwa tradisi intelektual dan literasi di Pesisir Selatan telah berkembang sejak ratusan tahun lalu.
“Manuskrip bukan sekadar tulisan lama, tapi cermin peradaban. Melalui naskah-naskah ini kita bisa memahami bagaimana masyarakat dahulu mengatur kehidupan sosial, politik, ekonomi, bahkan spiritual mereka,” tegasnya.